Rabu, 17 November 2010

Takbir

 
Takbir menggetar membelah angkasa
jatuhnya adalah ujung-ujung jarum
pada lapis jiwa yang mengeras batu
memberi gores-gores darah hitam
menggumpal karena keangkuhan.

Di setiap jeda adalah perih hati melayu
hidup menjadi jejak catatan yang melangkah goyah
oleh doa serupa desah pada timbunan dosa
menyampah di setiap aliran darah.

Di setiap jeda adalah liuk hasrat
termangu di simpang keyakinan,
hitam putih mengabur dalam jejak langkah
tersujud pada gigil doa-doa keinginan dan pertobatan
tersungkur pada rimba kemunafikan
belantara kekelaman.

Takbir menggetar membelah angkasa
doa-doa dan dosa-dosa menjadi gelimang
tobat kehilangan sukma
karena mengeras batu jiwa-jiwa kembara
dan menggumpal darah hitam
oleh keangkuhan.


Yogyakarta, November 2010

Tidurlah

Kekasih,
lihatlah awan berkejaran mengarak matahari mengusap hati kita.
Kilaumu adalah dedaunan pagi berpucuk embun,
sekejap mengurai pesona merasuk jiwa.
Senyummu adalah melodi pemain harpa mendawaikan lenguh cintanya.
Dia tebarkan nada menelusup udara,
menyesaki kepala kita tentang asmara di mimpi awan.

Malam tlah larut, tidurlah tidur kekasih.
Kukirimkan rindu lewat denting angin menelusup hatimu,
agar mimpimu berselimut hangat paduan angan kita.


Yogyakarta, November 2010

Desah

Wajahmu hadir berselimut kabut
lumer dalam tungku jiwa

menelusup dalam tiap bulir darah
aku mendesah
pada sepenggal rembulan malam.

Ada yang tersisa dari pergumulan hitam
wajahmu tengadah
menyambut kecupan sebilah buluh cinta terkejam
matamu terpejam
merintih dalam hujam sepucuk rindu terlarang
aku mendesah
pada sepenggal suram rembulan malam


Yogyakarta, November 2010