Minggu, 19 September 2010

SENDIRI


Mari, mari,
peluklah malam agar hangat hatimu
dan tak sendiri diammu
lepaskan bebanmu dan kosongkan dirimu
biarkan dedaunan memberi semilir desau
angin pada hasratmu yang kelu.

Mari, mari,
reguklah embun yang menanti di ujung relung
agar menari desir darahmu
dan berpendar matamu
biarkan rembulan membelai kusut rambutmu
dan merapikannya di dasar hatimu.

Mari, mari,
rebahkan tubuhmu pada angin
dan biarkan sembilu mencecapmu
hingga kau rasakan keriuhan sepi
dan gigil malam yang mematuk jantungmu.

Mari, mari,
tak ada lagi yang perlu ditunggu
semuanya tlah lumer dalam tungku penantianmu.

Lereng Merapi, jelang akhir September 2010.

Kembali Padamu


Cinta tak pernah bisa diduga
rasapun sering tak bisa disangka
hingga sering tercipta luka dan lara.

Kasih, berjuta pendar tlah buat aku terlena
berjuta angan bawa aku kembara
hanya suka sesaat
hampa belaka
kembali padamu
adalah cinta yang nyata
pelabuhan jiwa tanpa masa

Penuhilah jiwaku
genapilah mimpiku
agar pendar tak lagi mengganggu
agar angan tak lagi menawan
karena kosong jiwaku adalah mimpi burukku
karena dirimu adalah mimpi cintaku…
tanpa waktu

Kasihku, istriku,
kuingin jiwaku selalu
menyatu dengan jiwamu.


Karanganom, Juli 2009

LEBARAN

Lebaran...
adalah keabadian dan keagungan warna


yogyakarta, awal sept 2010.

TOPENG


Banyak topeng bertebaran
warnanya berubah-ubah dan mimiknya bermacam-macam
ada tawa sumbang,
bibir mewek,
mata merah menyala,
kulit keriput tersenyum hampa,
ada yang mringis,
mulut tertawa menerkam,
lidah menjulur berkepala ular,
hidung menjungkat runcing menusuk jiwa.
Sepertinya sang pemahat perlu memperhalus pahatan
agar tak bermutasi menjadi monster
menghantui jiwa kanak-kanak
sebening embun pagi.

Banyak topeng berkeliaran
sosoknya beraneka ragam
ada yang sinis mencibir,
mulut peyot tersenyum malu,
wajahnya garang membakar siang,
ada pula yang berkedip main mata menawarkan rayu,
menjual susah memberi gelisah.
Sepertinya sang seniman perlu memberi kekang
agar tak lepas semua menjadi liar
menghantui jiwa kanak-kanak
sebening embun pagi.

Banyak topeng di mana-mana
topeng siapa
atau mungkin topeng kita...


Yogyakarta, medio September 2010.

AIRMATA


Sudah yakinkah kau dengan air matamu
atau kaupun ingin aku berdansa dengan ngiluku?
Sedang kembangpun tak berdaya saat dipetik,
kupaku dinding hingga memerah tetes hatiku.

Jadi begini akhirnya
sementara adonan rasa masih bergumpal di sana-sini
air matamu dan ngiluku hanyalah gemetar daun
yang merontok dari tangkainya

Jangan lagi berpuisi
enyahkan dari hatimu dendang dawai
agar air mata tak lagi mengalirkan ngilu;
mari kita bercerita merajut kain baru
tanpa perlu melanjutkan renda yang telah koyak.

Berikan senyum pada air matamu
akan kupetik daun basah
agar dingin hati kita yang merah.


Yogyakarta, medio September 2010.

MUDIK


Ribuan mobil dan motor bergerak
seperti ribuan semut tanpa sang ratu
seperti lenggok ular tanpa kepala
seruduk sana, seruduk sini
senggol sana, senggol sini
selip sana, selip sini
di mana celah, di situ muntah
berjubel dengan maki dan serapah.

Penat sudah jalanan menyangga
menampung darah dan memeluk nyawa sia-sia

Bumi gemetar
puasa memudar
dan takbir membahana
bergulung dengan angkara

Mudik,
adalah potret pemimpin kita



Yogyakarta, September 2010


SUDAHLAH


Sudahlah...
memang begini inginmu
atau mungkin juga kita
lidah ini sudah keriting oleh lautan bunyi
yang bahkan mengoyak angkasa sunyi
namun tak berdaya mengurai kesadaranmu
menjadi sekedar ketukan desah.

Hatimu tlah kelu oleh gemerlap tahta
jiwamu terkunci oleh tembok ketakutan
maka terbang semangatmu dalam kelam
terkubur lautan dalam
teriakku hanyalah detak arloji
pada dinding keriuhan
tak sanggup membuatmu berpaling.

Sudahlah...
sudah kubuat apa yang mampu kubuat
dan kau, kalian
memang tak punya tekad
tunduk pada tetangga mungil yang hanya
punya lidah untuk bersilat.


Surabaya, September 2010.