Rabu, 02 November 2011

Dari Yogya Untuk Indonesia

Yogyakarta sudah hujan
tapi udaranya masih panas
membawa gerah mereka di Senayan


Kaki Merapi, 3 November 2011

Musim Tak Berganti

sehelai daun melayang jatuh
tak menguning, tak juga melayu
tangkainya masih basah
oleh darah kemarin sore
didekapnya aroma bumi dalam satu hirup
sudah purba hidup

sorot matahari mencanda rekah awan
mengusapkan jejakjejak gersang di alun lagu
syair tak lagi tuah
termakan gempita yang gagap
musim ini tak juga berganti


Kaki Merapi, 30 Oktober 2011

Minggu, 30 Oktober 2011

Mencintaimu

Ijinkan aku mencintaimu
dengan cinta seperti tumbuhnya kuku
tak kenal henti meski jutaan kali dipotong
seperti gelombang rambutmu
mengombak di hatiku
menciptakan riakriak rindu dan buihbuih angan
memberi geletar di sekujur rasa dan denyar di kepala
aku terenjana

Biarkan aku mencintaimu
dengan cinta aloevera
tak kenal musim
sepanjang apapun kemarau menghanguskan hati
sehebat apapun hujan meluapkan banjir airmata luka
ia tetap hidup dan tumbuh
karena akarnya adalah uraturat nadi

Maka kutelutkan sujud paling sujud pada kuasa alam
bahwa badai dan gelombang laut
adalah pendar bintang pada langit rumah cinta
karena adonan cinta hilang garam
jika laut selalu tenang mengalun


Kaki Merapi, 26 Oktober 2011

Jalan Darah Hati

sebatang jalan membujur jauh
aku sampai di ujungnya, ternyata bercabang
banyak kulihat darah berceceran di manamana
di semua cabang
terhenyak aku oleh genang merah berkilat
"apa yang terserak ini?" tanya hatiku
sebatang pohon meliuk, daunnya berkata, "kau ingin tahu?"
"kisahkan padaku," kata hatiku

syahdan, banyak pengembara terhenti di ujung jalan ini
mereka berkumpul dan berembug bagaimana membuat jalan baru
datanglah seekor gagak tibatiba berkata, "buang hati kalian,
tetes darahnya akan menjadi jalan baru
semakin banyak hati, semakin banyak dan panjang jalan."
mereka beramairamai mencabut hati dari dada dan
melemparkan sesukanya
dan jadilah jalanjalan bercabang, kemudian
mereka pergi dan kembali membawa hatihati baru
hingga semakin panjang cabangcabang jalan
maka jalan ini dinamai Jalan Darah Hati
entah di mana mereka mendapat hati

"siapakah mereka?" tanya hatiku
"jika nanti kaulihat kereta kencana dengan roda berlumur darah
itulah mereka di dalamnya," kata dedaunan mendesah

sesaat kemudian lewat kereta kencana bertabur berlian
dengan roda berlumur darah
dari berbagai cabang jalan
wajahwajah pasi bermata elang bercakap dan tertawa
kulihat lebih dekat, ada katakata di dahi mereka:
"kami tak butuh hati, apalagi puisi"


Kaki Merapi, 29 Oktober 2011