Entah apa yang musti kutulis
malam tlah habis tinta
dan pagi masih membuta
tak ada lagi sisa kecuali gerimis
Hujan di ujung rambutmu
mengaliri retak bibirku
lesap di sungai waktu
yang tak pernah lelap
Selamat tidur
biar kata di mimpi bertabur
entah lagi yang tertulis
kecuali hati gerimis
Kaki Merapi, 27 Februari 2014
Aku dan pergulatanku menyusupi celah-celah kehidupan yang membawaku dalam kembara yang tak mengenal jeda. Baru kumengerti bahwa sunyi adalah belati berkarat yang mampu membawa sekarat...
Kamis, 27 Februari 2014
Selasa, 25 Februari 2014
Di Wangi Rambutmu
Pagi
menganggukkan kepala padaku, lalu membetoti ngilu sepanjang lalu malam.
Ditarikan jemarinya di kepalaku, mengetuki simpul-simpul membesi di tiap
sendi setelah kemarin para serdadu membekamnya dalam tungku abu. Sebuah
gulat antara geretak dan ngilu.
Di wangi rambutmu, waktu tlah mengajariku berburu, seperti pagi yang baru saja kau tanam di tulangku. Dan aku akan menuainya nanti, persis saat kau kedipkan matamu. Maka sungai-sungai menari bagimu dan untukku, seolah ia adalah pagi kita.
Aih, kekasih, pagi kita tengah berburu matahari. Mari kita bercumbu.
Kaki Merapi, 18 Februari 2014
Di wangi rambutmu, waktu tlah mengajariku berburu, seperti pagi yang baru saja kau tanam di tulangku. Dan aku akan menuainya nanti, persis saat kau kedipkan matamu. Maka sungai-sungai menari bagimu dan untukku, seolah ia adalah pagi kita.
Aih, kekasih, pagi kita tengah berburu matahari. Mari kita bercumbu.
Kaki Merapi, 18 Februari 2014
Hujan Kata
mereka yang sibuk dengan hujan kata
tengah mengasah parang kehidupan
diam-diam
dan kita menjadi domba
gemuk memamah rumput kata
perlahan ke pejagalan, penuh suka cita
demikian tradisi
aku cemas abadi
coba lihat di tivi, di jalan
bahkan di saku celana
basah kata beraroma mati
batu-batu nisan sudah disiapkan
menyambut riuh pesta demokrasi
sebab para srigala tiba-tiba bertubuh peri
bersuara bidadari
Kaki Merapi, 09 Februari 2014
tengah mengasah parang kehidupan
diam-diam
dan kita menjadi domba
gemuk memamah rumput kata
perlahan ke pejagalan, penuh suka cita
demikian tradisi
aku cemas abadi
coba lihat di tivi, di jalan
bahkan di saku celana
basah kata beraroma mati
batu-batu nisan sudah disiapkan
menyambut riuh pesta demokrasi
sebab para srigala tiba-tiba bertubuh peri
bersuara bidadari
Kaki Merapi, 09 Februari 2014
Ingatmu
rinai hujan ternyata masih menyimpan rautmu,
yang tiba-tiba menelusup lembar-lembar masa yang sempat terlipat.
ada sisi yang termangu...
Kaki Merapi, 8 Februari 2014
yang tiba-tiba menelusup lembar-lembar masa yang sempat terlipat.
ada sisi yang termangu...
Kaki Merapi, 8 Februari 2014
Risalah Waktu
Waktu
telah mencatat, tetap mencatat, dan terus mencatat setiap titik harap
dan rasa, seperti angin yang setia menyapa selepas hujan. Demikian
kurisalahkan di jengkal-jengkal jalanan, catatan harian yang kutitipkan
pada malam. Di sana ada aroma tubuhmu yang merebahkan pelangi di tiap
pagiku. Alam tak mengijinkan untuk lapuk, meski hujan mungkin akan
pernah mencucukkan jarum di sudut pori...
Kaki Merapi, 7 Februari 2014
Kaki Merapi, 7 Februari 2014
Banjir
Kemudian banjir itu melantak
mana saja
tapi tak sanggup menggenangi hati
coba lihat baik-baik
hujan sama sekali tak membekas
di kerontang mereka
Banjir di mana-mana
proyek basah merajalela
dan nama-nama dijual murah
Kaki Merapi 26 Januari 2014
mana saja
tapi tak sanggup menggenangi hati
coba lihat baik-baik
hujan sama sekali tak membekas
di kerontang mereka
Banjir di mana-mana
proyek basah merajalela
dan nama-nama dijual murah
Kaki Merapi 26 Januari 2014
Yang Hilang
engkau kepadaku
dan aku kepadamu
memijakkan jejak-jejak memendar
meninggalkan toreh luka yang entah
mungkin serupa sakit peluit yang menjerit
memanggil sepi
pada tiap garis rautmu
ada ambang rasa melenguhkan sesah
serupa musim dalam dekap kerontang
tanggal segenap sayap untuk terbang.
jangan kau hitung lagi titik sepi
biar saja menyungai
seperti gerak waktu yang tak kenal gugu
di gigir kedipmu
Kaki Merapi, 21 Januari 2014
dan aku kepadamu
memijakkan jejak-jejak memendar
meninggalkan toreh luka yang entah
mungkin serupa sakit peluit yang menjerit
memanggil sepi
pada tiap garis rautmu
ada ambang rasa melenguhkan sesah
serupa musim dalam dekap kerontang
tanggal segenap sayap untuk terbang.
jangan kau hitung lagi titik sepi
biar saja menyungai
seperti gerak waktu yang tak kenal gugu
di gigir kedipmu
Kaki Merapi, 21 Januari 2014
Tak
hujan deras dalam hati
dan senja mengucap salam
tetap aku tak ingin rindu ini
serupa banjir tak mengenal kalam
Kaki Merapi, 15 Januari 2014
dan senja mengucap salam
tetap aku tak ingin rindu ini
serupa banjir tak mengenal kalam
Kaki Merapi, 15 Januari 2014
In Memoriam: Efita Dwi Wisudarini
di titik tawa kau bermula
lalu kau gurat warna warni di bumimu
garis-garis tegas tanpa patah
angin dan bebatuan menempanya
hujan dan matahari menyuburkannya
maka kau tuai anggur
di sela perih menderamu
rinai belum usai
sesap anggur belum berakhir
anak anak rasa mulai menari
sambil menyulam lembar lembar pelangi
kau siapkan keretamu
di simpang pelangi engkau pergi
kami akan selalu rindu pelangi
untuk menarikan hati
bersamamu
lagi
lagi
Kaki Merapi, 16 Desember 2013
lalu kau gurat warna warni di bumimu
garis-garis tegas tanpa patah
angin dan bebatuan menempanya
hujan dan matahari menyuburkannya
maka kau tuai anggur
di sela perih menderamu
rinai belum usai
sesap anggur belum berakhir
anak anak rasa mulai menari
sambil menyulam lembar lembar pelangi
kau siapkan keretamu
di simpang pelangi engkau pergi
kami akan selalu rindu pelangi
untuk menarikan hati
bersamamu
lagi
lagi
Kaki Merapi, 16 Desember 2013
Di Selisih Hujan
di
selisih hujan dan matahari
tak bisa lagi ingatanku melukis rautmu
meski sekedar sketsa di dingin angin
anak-anak rembulan menuangkan gelap
sementara denting gitar
bersembunyi di punggung daun
kupetik saja dawai di sudut kepala
dan mencoretkanmu apa adanya
Kaki Merapi, 5 Desember 2013
tak bisa lagi ingatanku melukis rautmu
meski sekedar sketsa di dingin angin
anak-anak rembulan menuangkan gelap
sementara denting gitar
bersembunyi di punggung daun
kupetik saja dawai di sudut kepala
dan mencoretkanmu apa adanya
Kaki Merapi, 5 Desember 2013
Kepadamu
pada sudut mana musti kutiriskan rasa ini
sementara puisi tak lagi bernyali
di gelombang rambutmu, geloraku sejenak bisu
lama alunku tak berbaku
di diam kata-kata
sedang resah telah pecah
serupa burai angin koyak
malam mulai membatu
dan desah desah memburu
kasihku, kasihku
pada rekah mana kau sisipkan pelangi
yang dulu sempat tak mengenal pagi
hiruk ini
masih melayari dadamu
kelok yang selalu misteri
di bidang mana musti kuhempaskan
riuh cumbu yang termangu
Kaki Merapi 25 November 2013
sementara puisi tak lagi bernyali
di gelombang rambutmu, geloraku sejenak bisu
lama alunku tak berbaku
di diam kata-kata
sedang resah telah pecah
serupa burai angin koyak
malam mulai membatu
dan desah desah memburu
kasihku, kasihku
pada rekah mana kau sisipkan pelangi
yang dulu sempat tak mengenal pagi
hiruk ini
masih melayari dadamu
kelok yang selalu misteri
di bidang mana musti kuhempaskan
riuh cumbu yang termangu
Kaki Merapi 25 November 2013
In Memoriam: Markus Rohadi
Kus,
dulu, dulu sekali sempat sejenak kita bernyanyi bersama dalam paduan
suara sastra. tiba-tiba waktu menjadi kilat, hanya benih kata di antara
kita. tak lebih, tak kurang.
dunia lembar kaca ajaib kembali mempertemukan kita setelah belasan tahun berselang. benih kata dulu tiba-tiba menjadi hutan rimbun dengan matahari pagi dan sungai-sungainya, kicau burung dan nyanyi jengkerik malam. ya, ribuan kata kita sudah berbagi, bak pelangi. aih, pelangi. kau memanggilku begitu, Kus. Mr. Rainbow, begitu selalu tulismu untukku.
seperti dulu, waktu tiba-tiba menjadi kilat. hutan rimbun itu belum sempat kita jejaki bersama, tapi kau sudah memeluk pelangi. aih, Kus, ceritakan padaku kini, seperti apa sesungguhnya indahnya pelangi itu hingga kau sematkan padaku. mungkin juga kau sedang bercanda dengan kerling para bidadari, seperti kerap kau tuang dalam sajak-sajakmu.
Kus, mari, mari kita menari, agar hutan rimbun kita menjadi puisi, dan kelak kita baca bersama di ruang abadi.
selamat jalan kawan. tetaplah berpuisi di 'sana', sebab Tuhan sangat mencintai sastra, siapa tahu, DIA akan membaca puisimu.
Kaki Merapi, 13 November 2013
dunia lembar kaca ajaib kembali mempertemukan kita setelah belasan tahun berselang. benih kata dulu tiba-tiba menjadi hutan rimbun dengan matahari pagi dan sungai-sungainya, kicau burung dan nyanyi jengkerik malam. ya, ribuan kata kita sudah berbagi, bak pelangi. aih, pelangi. kau memanggilku begitu, Kus. Mr. Rainbow, begitu selalu tulismu untukku.
seperti dulu, waktu tiba-tiba menjadi kilat. hutan rimbun itu belum sempat kita jejaki bersama, tapi kau sudah memeluk pelangi. aih, Kus, ceritakan padaku kini, seperti apa sesungguhnya indahnya pelangi itu hingga kau sematkan padaku. mungkin juga kau sedang bercanda dengan kerling para bidadari, seperti kerap kau tuang dalam sajak-sajakmu.
Kus, mari, mari kita menari, agar hutan rimbun kita menjadi puisi, dan kelak kita baca bersama di ruang abadi.
selamat jalan kawan. tetaplah berpuisi di 'sana', sebab Tuhan sangat mencintai sastra, siapa tahu, DIA akan membaca puisimu.
Kaki Merapi, 13 November 2013
Sendiri
hujan deras,
mungkinkah rontok karat hati
atau sunyi tetap membelati
di rawa jiwa tak bernama
Kaki Merapi, 3 November 2013
mungkinkah rontok karat hati
atau sunyi tetap membelati
di rawa jiwa tak bernama
Kaki Merapi, 3 November 2013
Langganan:
Postingan (Atom)
HUJAN PAGI
hujan pagi di musim kemarau dan bulir padi usai dituai aroma tanah basah dan kelepak burung sesayup daun yang kuyup menggurat rautmu di pel...
-
it's already late, my love the dusk is left behind you find no more songs of birds so soft let's set courses in the hallows of mi...
-
the morning comes and caresses your face and I hold your name along my days I swear to the sun of the love I slipped in your dream I di...
-
Baru saja terlempar dari balik jendela selembar tisu tergolek di tanah basah jelaga mata tlah terbuang secuil gelisah pada patahnya Gem...