Kamis, 30 Juni 2011

1000 Harimu

Jam berdetak mengarak ingatan pada teduh sapamu
sesaat memasuki subuh. Suara derit pintu menandai awalmu
mengolah hari. Kau putar musik lembut menemani
sementara wajah teduhmu menahan perih
berkernyit. Telah hilang satu kaki.

Waktu menyodorkan sunyi sambil
mengguratkan ujung-ujung jarum pada sebelah sisa kaki.
Kau tak lagi bisa mengolah pagi meski
musik lembut masih menemani
dan seorang perempuan berbalut putih melayani.
Hidupmu terpapar pada sebilah ranjang dan
sepetak ruang beraroma karbol tiap hari.
Kau buka jendela-jendela besar; angin segar
menyapa menawarkan semilir
yang menelusup tubuh merajam hati.

Setumpuk harapku dan mereka tak mampu
mengobarkan apimu yang semakin memuram.
"Mama tak kuat lagi, anakku," begitu katamu.
Pagi itu kau telah segar dan senyum membaru
di wajahmu. Dunia menyambutmu
dengan mawar berbunga di semua wajah. Belum
hilang renungku atas kata-katamu,
engkau tak lagi di sana;
pergi dalam balut senyum mewangi.

Begitulah kenangku padamu.

Seribu harimu;
Al Fatiha bergaung,
Yasin, Al Ikhlas, Al Falaq, Al Anas, sholawat mengalun,
Bapa Kami berdengung,
Salam Maria, Aku Percaya, Kemuliaan, Litanie bersabung
Ayat-ayat suci tinggi membumbung

Seribu hari, seribu kenangan menari
rindu tak pernah kenal henti


Kaki Merapi, Juli 2011