Rabu, 19 Oktober 2011

Renjana Sunyi

senja menyapa, hadirkan angin pada rambutmu
sentakkan buncah pada kolam hasrat yang tibatiba
bergolak oleh lompat anakanak bermain air
aroma tubuhmu bangunkan beribu letup
di simpulsimpul syaraf
seakan adonan bubur pada titik didihnya
tanpa suara

aku terenjana

sejenak aku mabuk pada kilat kerling
merencah kepala; membawaku pada kemarau
dengan sungaisungai menadahkan tangan
dan tanahtanah rekah tengadah
berkata kepada langit, "cucurkan hujan pembasuh luka"

hening

kerontang sudah ilalang di ladang
tempat kita dulu bersua pandang
jejakmu dan jejakku tak lagi nampak bersilangan
karna debu dan layu dedaunan

lewat masa berganti
belati ini tak pernah mau berhenti
menusukkan sunyi


Kaki Merapi, 20 Oktober 2011

Senin, 17 Oktober 2011

Sajak Cinta

kutulis ini untuk sedikit mengurai gumpal rindu
di tiap simpul syarafku,
sejak kau lemparkan benih rasa di ladang hati;
dia tumbuh menyemak
meski musim hujan tak kunjung datang
kemarau ini justru menjadikannya kaktus berduri ilalang
yang akarnya adalah seluruh urat nadi

di banyak ladang anakanak bermain layanglayang
bergambar raut wajahmu
dan rumbainya melambai padaku,
menggeraikan rambutmu mengusap
basah relungku.

batangbatang tebu meliuk,
daundaunnya menari bermusik angin
sambil mendesaukan lagu rindu
untukku
ataukah
untuk kita?

mestinya sepasang matamu
pada wajah yang memenuhi kepalaku
menyaksikan pula di batas senja
sepasang angsa berdansa cinta
dan merasakan desah nafas mereka
dalam renjana

seperti yang masih kurasakan sapu nafasmu
merasuk rongga dadaku
membasuh bilur hati, melebam karna buluh waktu
sejenak kupejam mata agar sketsa rautmu
menjelma lukis wajah, membantu jemariku
mengguratnya di ruang hati paling sunyi

sajak ini mengalir sendiri
tak kuasa membunuh sepi


Kaki Merapi, 14 Oktober 2011

Perubahan

tadi kita jumpa di simpang lama, lusuh
wajahmu kuyu dan tirus, tulang pipi pongah menantang,
dan matamu meringkuk namun sorotmu tak
hilang garang
kujabat belulang jemarimu
gemeretak merobek udara
menusukkan butiran pasir di dadaku
kau tersenyum tipis,
tak kupahami lagi arti

ingatan berkelebat bertahun silam
tegap sosokmu dengan dada bidang
senyummu mentari pagi dan gurat saga senja
kita berbaku kata, saling canda

waktu memang tak punya perasaan
melindas apapun yang ada
mengganti tanpa bertanya
tanpa tawar menawar
bhusss...
seperti tukang sulap menjadikan bunga
guguran kertas

maka kutanya dirimu, "apa sebab?"
"perubahan butuh tumbal," katamu
tertegun aku


Kaki Merapi, 11 Oktober 2011