Selasa, 02 Agustus 2011

Selembar Kertas

Selembar kertas teronggok di pojok ingatan
hurufhurufnya merah meleleh pada raut muka
Serupa darah

Pada tiap titik senja
berdentam seribu desah di selembar kertas
dan katakata menggelinjang memburai
Serupa resah

Telah menari kakikaki airmata pada tiap henti
jeda nafas dalam telut sujud tanpa raut
airmata bersabung dengan sengau katakata
melusuhkan kertas ingatan di sudut kepala
Serupa lara

Maka harus kuhujamkan rindu
pada laut yang paling laut
pada jurang yang paling jurang
pada relung yang tak lagi raung
Maka harus kubakar rasa hingga tanpa sisa
hanya serpih mengudara memerih mata

Katakata lunglai pada selembar kertas ingatan
merepih,
memerih,
mencerai rintih

Aku,
selembar kertas yang merindui api


Kaki Merapi, 3 Agustus 2011

Senin, 01 Agustus 2011

Tetes Peluh Merah

Pernah kita menyabung rasa di sudut kelam
pelepah daun mendengkingkan serapah
karena peraduannya kita rampas
untuk menggelinjangkan ruah madu hitam kita.
Maka kitapun lelap didekap renjana purba.

Pernah kita berbaku kata manis berselimut duri
menjajal angan hasrat yang tak kenal tunai
tapi kita tak sanggup menderu
karena kita disandera kejujuran,
direjam buah renjana.

Tiba-tiba kau hadir bersama angin
menumpahkan pucuk-pucuk duri di kepalaku
mendera jantungku dengan ujung lidah paling jarum.
Sakau jiwaku.

Layaknya engkau adalah mawar liar
mengundang gairah
dan mengguratkan tetes peluh merah.


Yogyakarta, 31 Juli 2011