pada irama suara jengkerik
gigil ini menyusupi ingatan waktu
kedip pertama matamu
dan senyummu yang lentik
mendekap hampir seperempat abad
langkahku
mari selalu jaga rindu
agar malam tak pernah sembilu
pada irama suara jengkerik
rasa tak pernah henti memantik
Jogja, 3 Juli 2015
Aku dan pergulatanku menyusupi celah-celah kehidupan yang membawaku dalam kembara yang tak mengenal jeda. Baru kumengerti bahwa sunyi adalah belati berkarat yang mampu membawa sekarat...
Jumat, 02 Maret 2018
Fragmen
tiba-tiba aku menjadi daun
berenang dalam angin,
terhirup panas meretakkan mimpi
pernah kau untai kata
membuatku berdansa dengan awan
pernah kau bisikkan desah
meredam gelisah
aku tulis bayangku sendiri
sepenggal ingatan menapak garis-garis mati
tatkala titik hujan mengukir pelangi
menemani canda para awan
butir-butir air membentang masa lalu;
menggenang madu berbatu
lalu aku menjadi kata;
bersemayam di kepala,
berhambur:
mengangakan luka
mengucurkan gigil
lalu aku menjadi malam
tempat sunyi menghujam
Jogja, 25 Maret 2017
berenang dalam angin,
terhirup panas meretakkan mimpi
pernah kau untai kata
membuatku berdansa dengan awan
pernah kau bisikkan desah
meredam gelisah
aku tulis bayangku sendiri
sepenggal ingatan menapak garis-garis mati
tatkala titik hujan mengukir pelangi
menemani canda para awan
butir-butir air membentang masa lalu;
menggenang madu berbatu
lalu aku menjadi kata;
bersemayam di kepala,
berhambur:
mengangakan luka
mengucurkan gigil
lalu aku menjadi malam
tempat sunyi menghujam
Jogja, 25 Maret 2017
Kau Tahu
kau tahu, tiap kali kujelang peraduan
seperti gerimis pertama di tanah kering
aromamu selalu memenuhi nafasku
hingga aku enggan bertemu pagi
kau tahu, tiap kali kureguk kopi di pagi hari
tatapmu mengalirkan hangat di dadaku
maka kusesap satu demi satu
agar tak tercuri oleh gigil pagi
kau tahu,
meski sudah kugali kata kata
kepadamu, ya selalu kepadamu
puisiku kelu mati gaya
Jogja, 07 Agustus 2016
seperti gerimis pertama di tanah kering
aromamu selalu memenuhi nafasku
hingga aku enggan bertemu pagi
kau tahu, tiap kali kureguk kopi di pagi hari
tatapmu mengalirkan hangat di dadaku
maka kusesap satu demi satu
agar tak tercuri oleh gigil pagi
kau tahu,
meski sudah kugali kata kata
kepadamu, ya selalu kepadamu
puisiku kelu mati gaya
Jogja, 07 Agustus 2016
dik,
mari kita gurat kisah di daun pagi
mulai dari campuh rasa yang membuncah
mari kita simpan cerita di aroma seduh kopi
sejak hirup pertama rerumput di rambutmu
dik,
ingin kukalungkan senja di lehermu
yang menyimpan catatan gairah rindu
dan kita buka tirai malam
dengan jejak yang telah bisu
dik,
mari berdebur bersama laut
kau ambil garamnya, aku tangkap ombaknya
maka mengalun cinta kita
seperti seruput kopi pagi
hangat di pipi
Jogja, 22 Januari 2016
mari kita gurat kisah di daun pagi
mulai dari campuh rasa yang membuncah
mari kita simpan cerita di aroma seduh kopi
sejak hirup pertama rerumput di rambutmu
dik,
ingin kukalungkan senja di lehermu
yang menyimpan catatan gairah rindu
dan kita buka tirai malam
dengan jejak yang telah bisu
dik,
mari berdebur bersama laut
kau ambil garamnya, aku tangkap ombaknya
maka mengalun cinta kita
seperti seruput kopi pagi
hangat di pipi
Jogja, 22 Januari 2016
Kepada Senja
surat yang kukirim, sudahkah kau terima
di situ kugambar bibir dan denyut kita
menyusuri lambai ilalang dan saga: senyap
29 april 2016
di situ kugambar bibir dan denyut kita
menyusuri lambai ilalang dan saga: senyap
29 april 2016
Pada Sebuah Ketika
yang terhampar di antara engkau dan aku
sering kau maknai sebagai waktu
sebagai jarak
sebagai ruang
seperti pagi pada malam
yang harus melewati senja
seperti embun pada sengat matahari
yang harus hadirkan kicau burung burung
bukan
bukan seperti itu
bukan demikian
engkau dan aku
dan kisah yang kita wiru
adalah perjalanan dengan pelangi catatan kaki
jadi, masih perlukan kita bincangkan lagi
ruang, waktu, dan jarak?
bukankah sudah luluh semua dalam pertautan mata kita?
rindu yang kau selipkan di aroma bantal gulingku
dan hasrat yang tumpah di sajak bisu
telah menjadi ngilu yang demikian syahdu
masih aku punguti sisa bincang semalam
agar yang terhampar semakin pudar
tapi dingin telah menjadi saksi
bahwa sunyi yang kita tancapkan pada janji
tak lagi bisu
yang terhampar di antara engkau dan aku
adalah sebuah ketika yang riuh warna
juga jelaga
sebuah ketika
sempurna cerita
Kaki Merapi, 20 April 2016
sering kau maknai sebagai waktu
sebagai jarak
sebagai ruang
seperti pagi pada malam
yang harus melewati senja
seperti embun pada sengat matahari
yang harus hadirkan kicau burung burung
bukan
bukan seperti itu
bukan demikian
engkau dan aku
dan kisah yang kita wiru
adalah perjalanan dengan pelangi catatan kaki
jadi, masih perlukan kita bincangkan lagi
ruang, waktu, dan jarak?
bukankah sudah luluh semua dalam pertautan mata kita?
rindu yang kau selipkan di aroma bantal gulingku
dan hasrat yang tumpah di sajak bisu
telah menjadi ngilu yang demikian syahdu
masih aku punguti sisa bincang semalam
agar yang terhampar semakin pudar
tapi dingin telah menjadi saksi
bahwa sunyi yang kita tancapkan pada janji
tak lagi bisu
yang terhampar di antara engkau dan aku
adalah sebuah ketika yang riuh warna
juga jelaga
sebuah ketika
sempurna cerita
Kaki Merapi, 20 April 2016
Seperti Dedaun Tanpa Angin
di simpang itu aku diam, seperti dedaun tanpa angin. bukan beku sebab tak ada salju, bukan pula hening sebab tak ada yang bening. riuh itu sudah mengalirkan banyak peluh, dan kata-kata telah memaku kakiku. aku hanya melihat jalanan berbatu, di kiri menawarkan nyeri sementara di kanan pun sungsang harapan, dan aku diam seperti dedaun tanpa angin.
Jogja, 26 Desember 2013
Jogja, 26 Desember 2013
Aku Ingin
aku ingin menjadi kosong agar bisa menampung semua pendar kasihmu seperti kelopak bunga pasrah pada kecup lebah untuk menghasilkan madu. matahari meranum pada gigir cakrawala, mengundang rindu tertebar di taman jiwa. jalanan ini masih membisu.
wahai kasih, adakah itu engkau menyungging senyum sekuntum anggrek pada musim kembang? aroma renjana tibatiba menyergap kepalaku; senja masih saja tergugu, meski riuh cemara belum berlalu
Jogja, 24 Februari 2017
wahai kasih, adakah itu engkau menyungging senyum sekuntum anggrek pada musim kembang? aroma renjana tibatiba menyergap kepalaku; senja masih saja tergugu, meski riuh cemara belum berlalu
Jogja, 24 Februari 2017
pada sudut mana musti kutiriskan rasa ini
sementara puisi tak lagi bernyali
di gelombang rambutmu, geloraku sejenak bisu
lama alunku tak berbaku
di diam kata-kata
sedang resah telah pecah
serupa burai angin koyak
malam mulai membatu
dan desah desah memburu
kasihku, kasihku
pada rekah mana kau sisipkan pelangi
yang dulu sempat tak mengenal pagi
hiruk ini
masih melayari dadamu
kelok yang selalu misteri
di bidang mana musti kuhempaskan
riuh cumbu yang termangu
Kaki Merapi 25 November 2013
sementara puisi tak lagi bernyali
di gelombang rambutmu, geloraku sejenak bisu
lama alunku tak berbaku
di diam kata-kata
sedang resah telah pecah
serupa burai angin koyak
malam mulai membatu
dan desah desah memburu
kasihku, kasihku
pada rekah mana kau sisipkan pelangi
yang dulu sempat tak mengenal pagi
hiruk ini
masih melayari dadamu
kelok yang selalu misteri
di bidang mana musti kuhempaskan
riuh cumbu yang termangu
Kaki Merapi 25 November 2013
Dua Hari di Malang
Dua hari di Malang, begitu banyak yang hilang
tak bisa lagi kusapa ia dengan kenangan
matahari bukan lagi kawan
dan jalanan siap menerkam
tak bisa lagi kudapati layang-layang
sebab wajah wajah demikian tegang
riuh sudah setiap sudut oleh perburuan
yang tak mengenal tua
Malang, 22 April 2015
tak bisa lagi kusapa ia dengan kenangan
matahari bukan lagi kawan
dan jalanan siap menerkam
tak bisa lagi kudapati layang-layang
sebab wajah wajah demikian tegang
riuh sudah setiap sudut oleh perburuan
yang tak mengenal tua
Malang, 22 April 2015
Riuh Malam
Cahaya neon kota seronok menohok mataku, dan pendarnya berpelangi rautmu. Sebenarnya aku tengah enggan bertumbuk dengan mimpi, biar kunikmati malam yang demikian riuh. Tapi entahlah, dengan lem merk apa kau lekatkan sketsa rautmu di labirin ingatanku. Bahkan kopi ini pun tiba-tiba menjelma kedipanmu. Aih...
Jogja, 22 Agustus 2016
Jogja, 22 Agustus 2016
Elegi Negriku
tanahku membara gelegak
sebab hujan berebutan dari pagi hingga pagi
sementara para hati gigil gemeretak
sebab tak lagi tumbuh pohon empati
apalagi kasih
di sini carut, di sana marut
di sini teracung parang dan badik
di sana senapan-senapan membidik
riuh jerit dan teriak erang melaut
siapa bertanya tentang kasih
kemarau baru saja beranjak pergi
orang-orang berteguh memeluknya
sebab hujan dan dingin mulai melantunkan elegi
dan berderak segala pintu negri
di sini dan di sana, di mana-mana
masih saja, dan masih saja
negriku dicumbu duka
bercinta dengan luka
Jogja, 15 Juni 2017
sebab hujan berebutan dari pagi hingga pagi
sementara para hati gigil gemeretak
sebab tak lagi tumbuh pohon empati
apalagi kasih
di sini carut, di sana marut
di sini teracung parang dan badik
di sana senapan-senapan membidik
riuh jerit dan teriak erang melaut
siapa bertanya tentang kasih
kemarau baru saja beranjak pergi
orang-orang berteguh memeluknya
sebab hujan dan dingin mulai melantunkan elegi
dan berderak segala pintu negri
di sini dan di sana, di mana-mana
masih saja, dan masih saja
negriku dicumbu duka
bercinta dengan luka
Jogja, 15 Juni 2017
dari balik petang engkau datang, menghadirkan kicau burung seterang rembulan di tanggal belasan
sayapku terbentang meliukkan angin di setiap tikungan, dan jantungku melayang seperti bunga bunga tebu di musim tebang
belum juga pagi mengetuk pintu, engkau sudah berlalu sambil menitipkan satu kardus penuh berisi ngilu,
untukku
Jogja, 8 Mei 2017
sayapku terbentang meliukkan angin di setiap tikungan, dan jantungku melayang seperti bunga bunga tebu di musim tebang
belum juga pagi mengetuk pintu, engkau sudah berlalu sambil menitipkan satu kardus penuh berisi ngilu,
untukku
Jogja, 8 Mei 2017
Sang Pewaris Mandat
jelas kau bukan keseleo lidah
ketika gegabah menyinggung al Maidah
jelas bukan tak sengaja menggoyang lidah
ketika mengumpat rakyat dengan amarah
maka kau kibarkan nada requiem
di segenap persimpangan malam
dengan bunga bunga berserakan
dari mereka yang disekap kegelapan
satu hal engkau lupa
kekuasaanmu hanyalah warisan
bukan mandat dari mayoritas pilihan
tetap saja kau umbar murka
maka lagu kematian bagimu menguar
meski kekuasaan menopangmu dengan gahar
kubur sejak lama telah kau gali
dan kain kafan pun telah kau beli
dengan lidahmu
dengan angkaramu
dan mereka yang memujamu tanpa henti
sesungguhnya tengah menipu diri
selamat jalan sang pewaris mandat
masih banyak jalan bagimu bertobat
Kaki Merapi, 29 April 2017
ketika gegabah menyinggung al Maidah
jelas bukan tak sengaja menggoyang lidah
ketika mengumpat rakyat dengan amarah
maka kau kibarkan nada requiem
di segenap persimpangan malam
dengan bunga bunga berserakan
dari mereka yang disekap kegelapan
satu hal engkau lupa
kekuasaanmu hanyalah warisan
bukan mandat dari mayoritas pilihan
tetap saja kau umbar murka
maka lagu kematian bagimu menguar
meski kekuasaan menopangmu dengan gahar
kubur sejak lama telah kau gali
dan kain kafan pun telah kau beli
dengan lidahmu
dengan angkaramu
dan mereka yang memujamu tanpa henti
sesungguhnya tengah menipu diri
selamat jalan sang pewaris mandat
masih banyak jalan bagimu bertobat
Kaki Merapi, 29 April 2017
Malam ini aku teringat kepadamu. Bukan, bukan senyum sembilumu yang menghampiri lewat desau angin, bukan pula bau gelombang rambutmu yang kadang menggelitik simpul simpul sarafku. Aku teringat kepadamu, ya, keseluruhan dirimu. Tak kurang tak lebih. Malamku pun beku, meski bulan mendidih.
Jogja, 18 Agustus 2016
Jogja, 18 Agustus 2016
Merindu
aku titipkan senyum pada embun pagi
yang tiap kali mengetuk jendela hatimu
usapkan pada rona pipimu
jika kau merindu
kusampirkan harap pada rindang daunan
di sisi kamar
jika kau bangun nanti,
ia akan merambati sekujur nadi dan geliatmu leburkan renjana yang lama tersekam
aku pergi mengusung pagi
dengan senja di pelataran
rautmu penghuni abadi
alir nadiku
mari bersendau meski lewat bayang
biar tak terasa bahwa jarak terentang
Jogja, 25 Maret 2017
yang tiap kali mengetuk jendela hatimu
usapkan pada rona pipimu
jika kau merindu
kusampirkan harap pada rindang daunan
di sisi kamar
jika kau bangun nanti,
ia akan merambati sekujur nadi dan geliatmu leburkan renjana yang lama tersekam
aku pergi mengusung pagi
dengan senja di pelataran
rautmu penghuni abadi
alir nadiku
mari bersendau meski lewat bayang
biar tak terasa bahwa jarak terentang
Jogja, 25 Maret 2017
DIRIMU
masihkah engkau ingat, dik?
kau reguk aku, kureguk engkau
dirimu di penampang silang waktu
kemudian kita lahirkan anak anak rindu
yang terkurung resah tak bertepi
Jogja, 3 Januari 2017
kau reguk aku, kureguk engkau
dirimu di penampang silang waktu
kemudian kita lahirkan anak anak rindu
yang terkurung resah tak bertepi
Jogja, 3 Januari 2017
Aku Pengembara Maya
Aku pengembara maya
berkelana mencari suaka telaga
berabad waktu berlalu
beribu tanah berganti
bahkan berlumut rindu
daki menjadi selimut,
keringat menjadi penghangat;
darah tertumpah di mana-mana.
Aku pengembara maya
mata di penjuru dunia; fana
lebih banyak tak terjaga
lebih banyak terlelap
karena lebih indah mimpi
daripada hidup suri
Aku pengembara maya
jelajahku daging, masih daging
maka kalam bersiuran
hanya singgah sesaat
belum sempat melekat
masih harus mengembara
Jogja, 23 Maret 2017
berkelana mencari suaka telaga
berabad waktu berlalu
beribu tanah berganti
bahkan berlumut rindu
daki menjadi selimut,
keringat menjadi penghangat;
darah tertumpah di mana-mana.
Aku pengembara maya
mata di penjuru dunia; fana
lebih banyak tak terjaga
lebih banyak terlelap
karena lebih indah mimpi
daripada hidup suri
Aku pengembara maya
jelajahku daging, masih daging
maka kalam bersiuran
hanya singgah sesaat
belum sempat melekat
masih harus mengembara
Jogja, 23 Maret 2017
JARAK
kemari, kemarilah
di sini kita duduk saling tatap
bertukar kata
mungkin juga rasa
agar tak tercuri angin pikiran kita
aku di sini dan kau di situ
biar saja keriuhan itu membisu
panjang sudah jalan yang kau tapak
pun liku yang kujejak
tak perlu lagi menghitung jumlah rindu
seperti dulu, tak berkurang
juga tak bertambah
ia semedi di pucuk pucuk malam
hening berbilang waktu
sebentar, kupanggil dulu sunyi
biar jelas degup kita bicara
kau di situ, dan aku di sini
memilin masa
Kaki Merapi, 29 Juli 2015
di sini kita duduk saling tatap
bertukar kata
mungkin juga rasa
agar tak tercuri angin pikiran kita
aku di sini dan kau di situ
biar saja keriuhan itu membisu
panjang sudah jalan yang kau tapak
pun liku yang kujejak
tak perlu lagi menghitung jumlah rindu
seperti dulu, tak berkurang
juga tak bertambah
ia semedi di pucuk pucuk malam
hening berbilang waktu
sebentar, kupanggil dulu sunyi
biar jelas degup kita bicara
kau di situ, dan aku di sini
memilin masa
Kaki Merapi, 29 Juli 2015
Rindu Masih Merimbun
Biarlah kurekah fajar
agar koyak kelam yang menutupi rautmu
akan kurobek kabut
agar tersibak tirai yang sembunyikan kerlingmu
biar kubelah mendung sesah
agar lengang rinai cintamu basahi kering hati
dan kuhembuskan nafasku di sela anak rambutmu
menyusupkan gairah purba
telah puncak getar geriap mendera
karna langkah di pijak goyah
penuh sudah dedaunan susupkan dingin di tiap ruasnya
hingga membeku jantungku
angin laut hadirkan bongkah kenang atas liuk tubuhmu
serupa tari cemara di desah musim
jarijari pagi tuliskan pesan di tiap embun
rindu yang masih merimbun
Kaki Merapi, November 2011
agar koyak kelam yang menutupi rautmu
akan kurobek kabut
agar tersibak tirai yang sembunyikan kerlingmu
biar kubelah mendung sesah
agar lengang rinai cintamu basahi kering hati
dan kuhembuskan nafasku di sela anak rambutmu
menyusupkan gairah purba
telah puncak getar geriap mendera
karna langkah di pijak goyah
penuh sudah dedaunan susupkan dingin di tiap ruasnya
hingga membeku jantungku
angin laut hadirkan bongkah kenang atas liuk tubuhmu
serupa tari cemara di desah musim
jarijari pagi tuliskan pesan di tiap embun
rindu yang masih merimbun
Kaki Merapi, November 2011
Bunga Tebu di Musim Debu
di sini aku terpaku
dan kamu membisu
gersang segenap rasa yang kita ukir
sebab rerumput masih enggan berbaku sapa dengan pagi
maka rasa kita yang masai belum terurai
ia masih dilorong senyap
berumah mimpi
bersama gigil sembilu
di gigir malam
aku titipkan rindu
kelu
seperti bunga tebu di musim debu
Jogja, 14 Mei 2017
dan kamu membisu
gersang segenap rasa yang kita ukir
sebab rerumput masih enggan berbaku sapa dengan pagi
maka rasa kita yang masai belum terurai
ia masih dilorong senyap
berumah mimpi
bersama gigil sembilu
di gigir malam
aku titipkan rindu
kelu
seperti bunga tebu di musim debu
Jogja, 14 Mei 2017
Doa untuk Mama
Aku tak datang
doa-doa pada rindu yang senyap
menapak jalur waktu, lalu itu seperti baru
ketika kosong tiba-tiba menyergapku
selalu
begitu selalu
Jogja, 27 Oktober 2016
doa-doa pada rindu yang senyap
menapak jalur waktu, lalu itu seperti baru
ketika kosong tiba-tiba menyergapku
selalu
begitu selalu
Jogja, 27 Oktober 2016
Catatan Beku
flamboyan memerah
seperti bermusim lalu pendar mata kita berbaku
kau gurat pesan di batu
sebuah puisi tentang gelisah
bermusim berlalu
kembali flamboyan memerah
sebagian daunnya seperti janji kita dulu
berguguran di tanah
lihatlah bangku kayu tua itu
saksi merahnya flamboyan di hati kita
saksi gemuruhnya degup dada kita
masih ia simpan semua catatan rindu
flamboyan memerah
dan sebuah bangku tua yang gelisah
di sini aku
bersama seribu catatan beku
tentang kau dan aku
Jogja, 05 Agustus 2016
seperti bermusim lalu pendar mata kita berbaku
kau gurat pesan di batu
sebuah puisi tentang gelisah
bermusim berlalu
kembali flamboyan memerah
sebagian daunnya seperti janji kita dulu
berguguran di tanah
lihatlah bangku kayu tua itu
saksi merahnya flamboyan di hati kita
saksi gemuruhnya degup dada kita
masih ia simpan semua catatan rindu
flamboyan memerah
dan sebuah bangku tua yang gelisah
di sini aku
bersama seribu catatan beku
tentang kau dan aku
Jogja, 05 Agustus 2016
ALGORITMA RINDU
kita adalah rerumput gerimis pagi
melambai, meliuk, dan nenarikan mimpi
pada helai helai basah hujan
menghitung jumlah detak jantung
di tiap senyum terkulum, lindap
di baku rasa kita, hujan berkelindan
aih, mari kita tuai
algoritma rindu yang telah ranum
Kaki Merapi 25 Januari 2015
melambai, meliuk, dan nenarikan mimpi
pada helai helai basah hujan
menghitung jumlah detak jantung
di tiap senyum terkulum, lindap
di baku rasa kita, hujan berkelindan
aih, mari kita tuai
algoritma rindu yang telah ranum
Kaki Merapi 25 Januari 2015
Api
selembar kertas teronggok
di pojok ingatan
hurufnya merah meleleh
pada raut muka
serupa darah
pada tiap titik senja
berdentam seribu desah
di selembar kertas
dan kata menggelinjang
memburai
serupa resah
telah menari kaki airmata
pada tiap henti
jeda nafas dalam telut
sujud tanpa raut
airmata bersabung
sengau katakata
melusuhkan kertas ingatan
di sudut kepala
serupa lara
maka harus kuhujamkan rindu
pada laut paling laut
pada jurang paling jurang
pada relung yang tak lagi raung
maka harus kubakar rasa
hingga tanpa sisa
serpih mengudara memerih mata
katakata lunglai
pada kertas ingatan
yang merindui api
Jogja, 24 Maret 2017
di pojok ingatan
hurufnya merah meleleh
pada raut muka
serupa darah
pada tiap titik senja
berdentam seribu desah
di selembar kertas
dan kata menggelinjang
memburai
serupa resah
telah menari kaki airmata
pada tiap henti
jeda nafas dalam telut
sujud tanpa raut
airmata bersabung
sengau katakata
melusuhkan kertas ingatan
di sudut kepala
serupa lara
maka harus kuhujamkan rindu
pada laut paling laut
pada jurang paling jurang
pada relung yang tak lagi raung
maka harus kubakar rasa
hingga tanpa sisa
serpih mengudara memerih mata
katakata lunglai
pada kertas ingatan
yang merindui api
Jogja, 24 Maret 2017
Fatamorgana
Lalu waktu bergegas gegas
seperti cemas yang sedang berkemas
siapa yang telah menggenggam rindu
pucuk pucuk rumput mendadak layu
di batas akhir tatapan senja
Di sini,
di senja bungsu ladang tebu
kuhirup lagi kenangan engkau dan aku
dan kulesakkan di selasar hati
sebelum waktu bergegas menjemput
mari sejenak lagi kita berpagut
Dendam cinta ini masih membara
meski ditelikung fatamorgana
Jogja 2 November 2017
seperti cemas yang sedang berkemas
siapa yang telah menggenggam rindu
pucuk pucuk rumput mendadak layu
di batas akhir tatapan senja
Di sini,
di senja bungsu ladang tebu
kuhirup lagi kenangan engkau dan aku
dan kulesakkan di selasar hati
sebelum waktu bergegas menjemput
mari sejenak lagi kita berpagut
Dendam cinta ini masih membara
meski ditelikung fatamorgana
Jogja 2 November 2017
Hutan Rindu
semenjak kau jatuhkan benih rindu di jantungku
membelukar semak cinta di dadaku
tanpa hujan, tanpa kompos, tanpa serbuk
sebab bayang rautmu telah menjadi pupuk
salahkah aku
jika kemudian jantungku sesak hutan rindu
padamu?
Jogja, 4 Agustus 2016
membelukar semak cinta di dadaku
tanpa hujan, tanpa kompos, tanpa serbuk
sebab bayang rautmu telah menjadi pupuk
salahkah aku
jika kemudian jantungku sesak hutan rindu
padamu?
Jogja, 4 Agustus 2016
PENAK JAMANKU TO?
aku rindu masa itu, aku rindu kala itu.
biar apa katamu, membuih kata di samudera
dan segala caci maki dan sumpah serapah
hanya ada di dinding senyap
dari mereka yang kini menjadi lebih iblis
dari yang terhujat
aku rindu masa itu, aku rindu kala itu
orang hilang...
penculikan...
otoritarian...
duhai, sudah aman kah jaman sekarang?
sejarah dunia selalu mencatat
hanya mereka yang bertangan besi
berhati singa
berjiwa baja
dan langkah bernoda darah
yang bisa menjadi pahlawan bagi bangsanya
bukan yang lemah lembut
bukan yang bersahaja
bukan yang banyak kata tanpa makna
dan bukan yang teriak demi citra
duhai,
aku rindu masa itu
aku rindu kala itu
Jogja, April 2015
biar apa katamu, membuih kata di samudera
dan segala caci maki dan sumpah serapah
hanya ada di dinding senyap
dari mereka yang kini menjadi lebih iblis
dari yang terhujat
aku rindu masa itu, aku rindu kala itu
orang hilang...
penculikan...
otoritarian...
duhai, sudah aman kah jaman sekarang?
sejarah dunia selalu mencatat
hanya mereka yang bertangan besi
berhati singa
berjiwa baja
dan langkah bernoda darah
yang bisa menjadi pahlawan bagi bangsanya
bukan yang lemah lembut
bukan yang bersahaja
bukan yang banyak kata tanpa makna
dan bukan yang teriak demi citra
duhai,
aku rindu masa itu
aku rindu kala itu
Jogja, April 2015
Rohingya
aku tak pernah kenal kalian
baik pribadi maupun kumpulan
aku tidak tahu apa apa tentang kalian
kecuali dari berita berita yang bertebaran
tetapi kita diikat satu rasa kemanusiaan
maka rasaku terusik
batinku bergejolak
dan darahku mendidih
menyaksikan penindasan
dan pembantaian atas kalian
Oooh, Rohingya....
kalian menjadi bukti, menjadi saksi,
sekaligus menjadi kelinci
bahwa buasnya binatang
bukanlah apa apa dibandingkan
bengisnya manusia
Oooh Rohingya,
kalian menjadi bukti
bahwa sisi kemanusiaan dunia banyak yang terkunci
mereka sibuk dengan perut sendiri
mereka ribut dengan pikiran sendiri
mereka hanyut dengan keriuhan sendiri
bagaimana mungkin bisa perduli?
Oooh Rohingya,
karena kalian kami semakin tahu
dengki telah mewabah di negri ini
kemanusiaan adalah alat untuk transaksi
dan empati maupun simpati
hanya berakhir di kursi kursi
sementara kalian menggelepar
serupa ikan dilempar ke jalanan
dan aku, duhai Rohingya,
dan aku
aku pun tak memiliki daya apalagi kuasa
kecuali berteriak melalui sajak
yang segera lenyap dibekap senyap
tanpa jejak
aihh...
Jogja, 05 September 2017
baik pribadi maupun kumpulan
aku tidak tahu apa apa tentang kalian
kecuali dari berita berita yang bertebaran
tetapi kita diikat satu rasa kemanusiaan
maka rasaku terusik
batinku bergejolak
dan darahku mendidih
menyaksikan penindasan
dan pembantaian atas kalian
Oooh, Rohingya....
kalian menjadi bukti, menjadi saksi,
sekaligus menjadi kelinci
bahwa buasnya binatang
bukanlah apa apa dibandingkan
bengisnya manusia
Oooh Rohingya,
kalian menjadi bukti
bahwa sisi kemanusiaan dunia banyak yang terkunci
mereka sibuk dengan perut sendiri
mereka ribut dengan pikiran sendiri
mereka hanyut dengan keriuhan sendiri
bagaimana mungkin bisa perduli?
Oooh Rohingya,
karena kalian kami semakin tahu
dengki telah mewabah di negri ini
kemanusiaan adalah alat untuk transaksi
dan empati maupun simpati
hanya berakhir di kursi kursi
sementara kalian menggelepar
serupa ikan dilempar ke jalanan
dan aku, duhai Rohingya,
dan aku
aku pun tak memiliki daya apalagi kuasa
kecuali berteriak melalui sajak
yang segera lenyap dibekap senyap
tanpa jejak
aihh...
Jogja, 05 September 2017
Sajak untuk Rohingya
Rohingya #1
duhai Rohingya, duhai Rohingnya
entah malam, entah pun pagi
waktu tlah menjadi api
mengepungmu dari segala sisi
sisakan abu tanpa nama tercatat
Rohingya #2
mungkin sejarah lupa mencatatmu
ketika serigala menerkam dan merobekmu
sekelilingmu hanya sunyi, hanya sunyi
yang meneriakkan simpati dan empati
sambil tertawa-tawa dan mengunyah roti
Rohingya #3
katakan di mana kemanusiaan bertahta
para tetangga memejamkan mata: membuta
para serdadu menumpahkan timah maut
nyawa menjadi lelucon belaka
ini dunia ataukah neraka
Rohingya #4
aku heran, aku geram
kalian disiksa, dibakar, dinista
di sini banyak berbaku kata
bahkan mencibir dan bercanda
berempati dianggap mimpi belaka
Rohingya#5
untuk Rohingya kita juga terluka
tapi jangan galang luka bersama
sebab mewabah di negri ini
kebersamaan terbuka dalam luka
bisa dianggap berbahaya bagi penguasa
Jogja, 6 (dan 14) Sept 2017
duhai Rohingya, duhai Rohingnya
entah malam, entah pun pagi
waktu tlah menjadi api
mengepungmu dari segala sisi
sisakan abu tanpa nama tercatat
Rohingya #2
mungkin sejarah lupa mencatatmu
ketika serigala menerkam dan merobekmu
sekelilingmu hanya sunyi, hanya sunyi
yang meneriakkan simpati dan empati
sambil tertawa-tawa dan mengunyah roti
Rohingya #3
katakan di mana kemanusiaan bertahta
para tetangga memejamkan mata: membuta
para serdadu menumpahkan timah maut
nyawa menjadi lelucon belaka
ini dunia ataukah neraka
Rohingya #4
aku heran, aku geram
kalian disiksa, dibakar, dinista
di sini banyak berbaku kata
bahkan mencibir dan bercanda
berempati dianggap mimpi belaka
Rohingya#5
untuk Rohingya kita juga terluka
tapi jangan galang luka bersama
sebab mewabah di negri ini
kebersamaan terbuka dalam luka
bisa dianggap berbahaya bagi penguasa
Jogja, 6 (dan 14) Sept 2017
Sajak untuk Presiden
Selamat pagi Tuan Presiden,
seperti biasa kami tak ingat lagi segala janji
kampanye kemarin
tapi percayalah,
di sepanjang langkah Tuan
batu batu menyimpannya aman
setelah angin mencatat dengan tinta alam
dan air sungai akan memantulkan kembali
ketika Tuan lupa
dan matahari akan menyusupkan ke dalam darah kami
manakala Tuan tak lagi peduli
dibungkam bisik bisik mati
Tuan pasti mendengar bisik hati kami, bukan?
Selamat siang Tuan presiden,
setiap jengkal dari Sabang hingga Merauke
adalah emas, intan, berlian, permata
adalah minyak, gas, uranium, bauksit
adalah sumber daya manusia tanpa batas
jangan kepada kata mereka Tuan peruntukkan
apalagi kepada mimpi yang kami kunyah tiap hari
di berbagai koran
di seluruh kanal tivi
di internet
bahkan di warung kopi
tapi begini begini saja hidup kami
membanting tulang dan mengucurkan keringat hingga darah
demi sekepal nafas esok hari
sementara kekayaan perut Pertiwi
hanya singgah di buku buku sejarah
Tuan pasti mendengar bisik hati kami, bukan?
Selamat petang Tuan Presiden,
warna saga di senja barat semakin menua
seperti perjalanan negri ini
riuh, gempita, eforia, dan berujung sunyi
seperti liuk dan seok langkah para jelata
ditelikung telengas harga harga
dilindas mimpi mimpi belaka
Tuan pasti mendengar bisik hati kami, bukan?
Selamat malam Tuan Presiden,
kami masih menghitung bintang
demi gigil mulut dan perut anak anak kami
sebab mereka tidak mengenal kata nanti
selamat beristirahat, selamat tidur
Tuan pasti mendengar bisik hati kami, bukan?
mungkin esok, kami tak bertemu pagi
Kaki Merapi, 25 Maret 2016
seperti biasa kami tak ingat lagi segala janji
kampanye kemarin
tapi percayalah,
di sepanjang langkah Tuan
batu batu menyimpannya aman
setelah angin mencatat dengan tinta alam
dan air sungai akan memantulkan kembali
ketika Tuan lupa
dan matahari akan menyusupkan ke dalam darah kami
manakala Tuan tak lagi peduli
dibungkam bisik bisik mati
Tuan pasti mendengar bisik hati kami, bukan?
Selamat siang Tuan presiden,
setiap jengkal dari Sabang hingga Merauke
adalah emas, intan, berlian, permata
adalah minyak, gas, uranium, bauksit
adalah sumber daya manusia tanpa batas
jangan kepada kata mereka Tuan peruntukkan
apalagi kepada mimpi yang kami kunyah tiap hari
di berbagai koran
di seluruh kanal tivi
di internet
bahkan di warung kopi
tapi begini begini saja hidup kami
membanting tulang dan mengucurkan keringat hingga darah
demi sekepal nafas esok hari
sementara kekayaan perut Pertiwi
hanya singgah di buku buku sejarah
Tuan pasti mendengar bisik hati kami, bukan?
Selamat petang Tuan Presiden,
warna saga di senja barat semakin menua
seperti perjalanan negri ini
riuh, gempita, eforia, dan berujung sunyi
seperti liuk dan seok langkah para jelata
ditelikung telengas harga harga
dilindas mimpi mimpi belaka
Tuan pasti mendengar bisik hati kami, bukan?
Selamat malam Tuan Presiden,
kami masih menghitung bintang
demi gigil mulut dan perut anak anak kami
sebab mereka tidak mengenal kata nanti
selamat beristirahat, selamat tidur
Tuan pasti mendengar bisik hati kami, bukan?
mungkin esok, kami tak bertemu pagi
Kaki Merapi, 25 Maret 2016
Sajak Buat Istriku
Kemarin, yah baru kemarin
kita berdebat, bersilang pendapat
dan hati berjabat
lalu malam mendekat,
kuantar kau pulang
"Besok jemput aku, sayang," katamu manis
Kemarin, yah baru kemarin juga
kusanding engkau di peraduan
hanya aku dan kau
meleburkan hakekat alam
waktu tak lagi berbeda buat kita
Kemarin, yah, baru kemarin
kulihat selarik keriput di lipat matamu
dan rona abu membias di rambutmu
Kemarin dan hari ini
seribu waktu aku termangu
Jogja, 26 Maret 2017
kita berdebat, bersilang pendapat
dan hati berjabat
lalu malam mendekat,
kuantar kau pulang
"Besok jemput aku, sayang," katamu manis
Kemarin, yah baru kemarin juga
kusanding engkau di peraduan
hanya aku dan kau
meleburkan hakekat alam
waktu tak lagi berbeda buat kita
Kemarin, yah, baru kemarin
kulihat selarik keriput di lipat matamu
dan rona abu membias di rambutmu
Kemarin dan hari ini
seribu waktu aku termangu
Jogja, 26 Maret 2017
Mehkarta
sebuah kota baru penuh rahasia
satu negri bungkam dibuatnya
bahkan tahta hilang daya
bersimpuh pada amplop merah saga
kota ini dibangun oleh seekor singa
di negri yang dikuasai para kambing congek
yang hanya bisa mengembek
sendika dhawuh di kaki singa
oh mehkarta,
aku teringat sajak seorang ulama
"di negri amplop
amplop amplop membeli apa saja
dan siapa saja"
Jogja 13 November 2017
satu negri bungkam dibuatnya
bahkan tahta hilang daya
bersimpuh pada amplop merah saga
kota ini dibangun oleh seekor singa
di negri yang dikuasai para kambing congek
yang hanya bisa mengembek
sendika dhawuh di kaki singa
oh mehkarta,
aku teringat sajak seorang ulama
"di negri amplop
amplop amplop membeli apa saja
dan siapa saja"
Jogja 13 November 2017
Cerita Pagi
rasa yang rapat kau simpan
sesungguhnya menguar, dan menjadi catatan angin
setiap lembarnya adalah sajak sajak bisu
tentang masa lalu
tentang batu batu
dan tentang ngilu
kau tahu, lewat basah pagi
ia berkisah lembar demi lembar
maka kudapati gelombang samudramu
liuk sungaimu
juga rinai malammu
pagi tak pernah lupa berkisah padaku
tentangmu
Jogja, 07 Mei 2016
sesungguhnya menguar, dan menjadi catatan angin
setiap lembarnya adalah sajak sajak bisu
tentang masa lalu
tentang batu batu
dan tentang ngilu
kau tahu, lewat basah pagi
ia berkisah lembar demi lembar
maka kudapati gelombang samudramu
liuk sungaimu
juga rinai malammu
pagi tak pernah lupa berkisah padaku
tentangmu
Jogja, 07 Mei 2016
Sajak Kebun Teh
dik,
sesekali tengoklah lagi kebun teh Pucung
pada hampar hijau pucuknya,
sudah aku tulis sebuah sajak untukmu
tentang bebatuan di jalan setapak
tentang rimbun dedaun teh
dan tentang semilir pada rautmu
semua menyimpan rapat kisah kita
melalui setiap seduh dan sruput pelancong di sana
dik,
mari susuri lagi jejak kita
di lereng Lawu pernah kita basah bersama
engkau tertawa sambil mengembangkan lenganmu
sementara aku musti berjibaku menenangkan jantungku
yang tiba tiba sesak oleh kerlingmu
di situ,
aku tinggalkan catatan sajak diam
tentang rindu yang terbakar malam
rupanya benar kata orang orang
menjelajahi ruang ruang hati di karanganyar
adalah mengguratkan garis garis cinta yang tak pernah samar
seperti sajak untukmu
yang kutulis di hampar kebun teh dan lereng Lawu
Jogja, 7 September 2017
sesekali tengoklah lagi kebun teh Pucung
pada hampar hijau pucuknya,
sudah aku tulis sebuah sajak untukmu
tentang bebatuan di jalan setapak
tentang rimbun dedaun teh
dan tentang semilir pada rautmu
semua menyimpan rapat kisah kita
melalui setiap seduh dan sruput pelancong di sana
dik,
mari susuri lagi jejak kita
di lereng Lawu pernah kita basah bersama
engkau tertawa sambil mengembangkan lenganmu
sementara aku musti berjibaku menenangkan jantungku
yang tiba tiba sesak oleh kerlingmu
di situ,
aku tinggalkan catatan sajak diam
tentang rindu yang terbakar malam
rupanya benar kata orang orang
menjelajahi ruang ruang hati di karanganyar
adalah mengguratkan garis garis cinta yang tak pernah samar
seperti sajak untukmu
yang kutulis di hampar kebun teh dan lereng Lawu
Jogja, 7 September 2017
Hujan Kata
mereka yang sibuk dengan hujan kata
tengah mengasah parang kehidupan
diam-diam
dan kita menjadi domba
gemuk memamah rumput kata
perlahan ke pejagalan, penuh suka cita
demikian tradisi
aku cemas abadi
coba lihat di tivi, di jalan
bahkan di saku celana
basah kata beraroma mati
batu-batu nisan sudah disiapkan
menyambut riuh pesta demokrasi
sebab para srigala tiba-tiba bertubuh peri
bersuara bidadari
Kaki Merapi, 09 Februari 2014
tengah mengasah parang kehidupan
diam-diam
dan kita menjadi domba
gemuk memamah rumput kata
perlahan ke pejagalan, penuh suka cita
demikian tradisi
aku cemas abadi
coba lihat di tivi, di jalan
bahkan di saku celana
basah kata beraroma mati
batu-batu nisan sudah disiapkan
menyambut riuh pesta demokrasi
sebab para srigala tiba-tiba bertubuh peri
bersuara bidadari
Kaki Merapi, 09 Februari 2014
Ya, Kepadamu
hujan pagi di musim kemarau
dan bulir padi usai dituai
aroma tanah basah
dan kelepak burung sesayup daun yang kuyup
menggurat rautmu di pelupukku
selepas rinai itu
tercumbu rindu baru
padamu
ya, kepadamu
Kaki Merapi, 01 Juni 2015
dan bulir padi usai dituai
aroma tanah basah
dan kelepak burung sesayup daun yang kuyup
menggurat rautmu di pelupukku
selepas rinai itu
tercumbu rindu baru
padamu
ya, kepadamu
Kaki Merapi, 01 Juni 2015
Aku Cemburu
entah desah mana menggiring kata pada tatap
dan baku tawa
kisah menyungai di musim hujan
terik sempat membarakan geliat terpendam
sesaat, pelan
tapi layang debu siramkan api hati
perlahan mati
ditikam belati
keraguan
kau dan aku
berlumur senyum dan kerling tajam
saling mendekap gamang
seperti tercatat pada uraturat jalan
waktu tak pernah berkawan
dia melaju dalam diam
dalam bisu dinding yang menyeringai curiga
menelan seluruh kisah
sisakan sepi membasah
ah, aku cemburu pada embun di daun
berbaku kerinduan
Kaki Merapi, 13 Oktober 2012
dan baku tawa
kisah menyungai di musim hujan
terik sempat membarakan geliat terpendam
sesaat, pelan
tapi layang debu siramkan api hati
perlahan mati
ditikam belati
keraguan
kau dan aku
berlumur senyum dan kerling tajam
saling mendekap gamang
seperti tercatat pada uraturat jalan
waktu tak pernah berkawan
dia melaju dalam diam
dalam bisu dinding yang menyeringai curiga
menelan seluruh kisah
sisakan sepi membasah
ah, aku cemburu pada embun di daun
berbaku kerinduan
Kaki Merapi, 13 Oktober 2012
Mari Buat Surga
bulan benderang pada malam
kabarkan rindu membiru di ruas relung
jemari lentik menggurat kata
pada ranum rasa
kekasih, bukalah hati
mari kita buat surga
mari kita semai kecambah rindu
dalam tanah-tanah yang telah basah,
hujan pada musim semi
akan memberikan hara
menyuburkan tumbuhnya kasih
lalu lahirlah anak-anak kata
membuat rumah kita berisik bahagia,
di rumah puisi tanpa batas musim
Jogja, 25 Januari 2013
kabarkan rindu membiru di ruas relung
jemari lentik menggurat kata
pada ranum rasa
kekasih, bukalah hati
mari kita buat surga
mari kita semai kecambah rindu
dalam tanah-tanah yang telah basah,
hujan pada musim semi
akan memberikan hara
menyuburkan tumbuhnya kasih
lalu lahirlah anak-anak kata
membuat rumah kita berisik bahagia,
di rumah puisi tanpa batas musim
Jogja, 25 Januari 2013
pagiku penuh darah, meletup-letup di titik-titik syaraf
disapanya lapis-lapis kulit dalam kembaranya menuju jantung
dihembuskan sepoi membangunkan helai-helai
dan menuliskan pada lembar-lembar rasaku
"berbuncahlah denganku selalu
sebab siang kerap kali iri dan melelapkanku,
dan senja selalu tak sabar untuk segera melenakanmu"
dentam langkah dan deru jalanan melaju
pergulatan yang memburu
acap terburu-buru
debu dan resah
asap dan gairah
waktu adalah kekasih yang tergugu
pagiku berbisik padaku
bersimpanglah engkau
agar siang dan senja setia menunggu
Jogja, 30 Agustus 2013
disapanya lapis-lapis kulit dalam kembaranya menuju jantung
dihembuskan sepoi membangunkan helai-helai
dan menuliskan pada lembar-lembar rasaku
"berbuncahlah denganku selalu
sebab siang kerap kali iri dan melelapkanku,
dan senja selalu tak sabar untuk segera melenakanmu"
dentam langkah dan deru jalanan melaju
pergulatan yang memburu
acap terburu-buru
debu dan resah
asap dan gairah
waktu adalah kekasih yang tergugu
pagiku berbisik padaku
bersimpanglah engkau
agar siang dan senja setia menunggu
Jogja, 30 Agustus 2013
Di Simpang Jalan Itu
di simpang jalan itu
kau memanggilku
wajahmu lelah namun berseri
jarak cahaya telah kau tempuh
aku ingin bersimpuh
wahai sang Kekasih Jiwa
aku teduh pada sosokmu
saat keluh melusuh
tangan kokohmu membelaikan sutra
di wajahku
termangu
di simpang jalan itu
terseok rinduku
karena debu meliat batinku
sekian waktu kujalani
mengikuti bayang jejakmu
langkahku tercecer
hatiku terserak
aku tersesat
suaramu menggema memanggilku
aku bergegas
penuh rindu
aihh, layakkah aku merindu
sedang sambat pujaku
tak menentu?
Kaki Merapi, 4 Juli 2011
kau memanggilku
wajahmu lelah namun berseri
jarak cahaya telah kau tempuh
aku ingin bersimpuh
wahai sang Kekasih Jiwa
aku teduh pada sosokmu
saat keluh melusuh
tangan kokohmu membelaikan sutra
di wajahku
termangu
di simpang jalan itu
terseok rinduku
karena debu meliat batinku
sekian waktu kujalani
mengikuti bayang jejakmu
langkahku tercecer
hatiku terserak
aku tersesat
suaramu menggema memanggilku
aku bergegas
penuh rindu
aihh, layakkah aku merindu
sedang sambat pujaku
tak menentu?
Kaki Merapi, 4 Juli 2011
CEMARA
kekasih, serupa liuk cemara jalan hidup kita
entah ke arah mana angin meniupnya
mari gandeng tangan agar cinta tak terserak
Jogja, 02 Mei 2016
entah ke arah mana angin meniupnya
mari gandeng tangan agar cinta tak terserak
Jogja, 02 Mei 2016
Tuliskan Sajak Untukku
tuliskan sajak untukku kekasih, agar penuh hatiku
pagi ini embun telah menguap sebelum matahari menyapa
dendang burungpun kedap disekap remang
Jogja, 28 September 2011
pagi ini embun telah menguap sebelum matahari menyapa
dendang burungpun kedap disekap remang
Jogja, 28 September 2011
Kekasih, Kukirimkan Rindu
Kekasih,
awan berkejaran mengarak matahari mengusap hati kita
kilaumu dedaunan pagi berpucuk embun,
sekejap mengurai pesona merasuk jiwa.
Senyummu melodi pemain harpa mendawaikan lenguh cintanya
dia tebarkan nada menelusup udara,
menyesaki kepala kita tentang asmara berdansa di awan.
Kekasih,
Kukirimkan rindu lewat denting angin menelusup hatimu,
agar mimpimu berselimut hangat angan kita.
Jogja, 20 Agustus 2011
awan berkejaran mengarak matahari mengusap hati kita
kilaumu dedaunan pagi berpucuk embun,
sekejap mengurai pesona merasuk jiwa.
Senyummu melodi pemain harpa mendawaikan lenguh cintanya
dia tebarkan nada menelusup udara,
menyesaki kepala kita tentang asmara berdansa di awan.
Kekasih,
Kukirimkan rindu lewat denting angin menelusup hatimu,
agar mimpimu berselimut hangat angan kita.
Jogja, 20 Agustus 2011
Di Hening Dadamu
Kekasih,
biar kuresapi tiap ngilu di lenganku
biar kugeluti tiap nyeri di nadi
anggaplah ini pengganti
tiap nyeri dan ngilu
yang pernah dulu aku tikamkan
di hening dadamu
Jogja, 24 Februari 2018
biar kuresapi tiap ngilu di lenganku
biar kugeluti tiap nyeri di nadi
anggaplah ini pengganti
tiap nyeri dan ngilu
yang pernah dulu aku tikamkan
di hening dadamu
Jogja, 24 Februari 2018
Benang Hasrat
Kaulihat leret rindu di sudut mataku?
Ingin kupintal menjadi benang hasrat padamu
dan mengikatkan di palung rengkuhmu.
Malam tlah meranum
menanti jemari cinta kita memetiknya,
jangan biarkan dia menanti
dan membusuk pada tangkai pagi.
Jogja, 22 September 2016
Ingin kupintal menjadi benang hasrat padamu
dan mengikatkan di palung rengkuhmu.
Malam tlah meranum
menanti jemari cinta kita memetiknya,
jangan biarkan dia menanti
dan membusuk pada tangkai pagi.
Jogja, 22 September 2016
Kabar Hujan
baru saja hujan bawa kabar
tanah tempat kita dulu berbagi gundah
rindu lenguh dan desah kita
dan aroma renjana
sudah berapa musim kita tak pulang
banyak cahaya menyilaukan mata
banyak debu mengaburkan jarak pandang
maka lupa kita jalanjalan
biarlah kukatakan pada hujan
bahwa kita masih diradang keriuhan
(dan tahukah kau)
hujan pun meneteskan airmata
Kaki Merapi, 27 November 2012
tanah tempat kita dulu berbagi gundah
rindu lenguh dan desah kita
dan aroma renjana
sudah berapa musim kita tak pulang
banyak cahaya menyilaukan mata
banyak debu mengaburkan jarak pandang
maka lupa kita jalanjalan
biarlah kukatakan pada hujan
bahwa kita masih diradang keriuhan
(dan tahukah kau)
hujan pun meneteskan airmata
Kaki Merapi, 27 November 2012
Engkau Bahkan Pergi Saat Kami Ditikam Tirani
kami ingin bertemu denganmu
bukankah engkau pemimpin kami
Imam besar negeri ini
kepadamu bermuara segala benang kusut
segala gemuruh
bahkan di bahumu semua harap anak negri tertuju
bukan kepada para pembantumu
bahkan bukan juga kepada wakilmu
apalagi kepada karang karang membisu
di istanamu
ribuan kilo telah kami tempuh
gemuruh dada kami oleh kata membelati
koyak berjuta hati
berdarah berjuta jiwa
kepadamu obat luka kami minta
ya, obat luka
bukan perlakuan seperti yang kau berikan
kepada saudara kami di ujung timur
kau undang dan kau jamu megah di istana
setelah mereka koyak cinta
bukan, bukan itu
kami hanya minta obat luka
ribuan kilo telah kami tempuh
ribuan hati dari delapan penjuru angin
ribuan kumpulan yang tak saling kenal
dari seluruh pelosok negri
melafazkan damai menuju istanamu
ribuan kilo telah kami tempuh
tentu bukan untuk membuat rusuh
meski bara di dada demikian bergemuruh
meski api di nadi demikian membakar
meski darah sudah mendidih
tidakkah kau mengerti?
tidakkah kau melihat?
tidakkah kau peduli?
ahh, ternyata untuk kami kau hilang hati
engkau pergi membelakangi
sementara kami berdarah ditikam tirani.
Jogja, 6 Nov 2016
bukankah engkau pemimpin kami
Imam besar negeri ini
kepadamu bermuara segala benang kusut
segala gemuruh
bahkan di bahumu semua harap anak negri tertuju
bukan kepada para pembantumu
bahkan bukan juga kepada wakilmu
apalagi kepada karang karang membisu
di istanamu
ribuan kilo telah kami tempuh
gemuruh dada kami oleh kata membelati
koyak berjuta hati
berdarah berjuta jiwa
kepadamu obat luka kami minta
ya, obat luka
bukan perlakuan seperti yang kau berikan
kepada saudara kami di ujung timur
kau undang dan kau jamu megah di istana
setelah mereka koyak cinta
bukan, bukan itu
kami hanya minta obat luka
ribuan kilo telah kami tempuh
ribuan hati dari delapan penjuru angin
ribuan kumpulan yang tak saling kenal
dari seluruh pelosok negri
melafazkan damai menuju istanamu
ribuan kilo telah kami tempuh
tentu bukan untuk membuat rusuh
meski bara di dada demikian bergemuruh
meski api di nadi demikian membakar
meski darah sudah mendidih
tidakkah kau mengerti?
tidakkah kau melihat?
tidakkah kau peduli?
ahh, ternyata untuk kami kau hilang hati
engkau pergi membelakangi
sementara kami berdarah ditikam tirani.
Jogja, 6 Nov 2016
Sang Raja
Duhai sang raja,
datangmu mengobrak abrik ladang kata
kami dipancung kapak kapak media
dari segala penjuru
satu kisah nyata
menjadi banyak versi beda
entah kebenaran ada di pihak mana
boleh jadi semua serba pembenaran
Duhai sang raja,
andai engkau bisa berbahasa Indonesia
dan engkau baca semua media
apalagi yang maya
mungkin engkau akan kembali muda
oleh tawa tanpa jeda
membaca kekonyolan demi kekonyolan
di berbagai tautan
ataupun status picisan
yang bodoh dan yang pandai
tiba-tiba menjadi sama
sama kelasnya
sama mutunya
berlomba mengais sampah kata kata
Duhai sang raja,
jangan jangan justru baginda
pingsan tertawa
Selamat datang di negri para dewa
yang mabuk tanpa arak dan tanpa tuak
Jogja, 2 Maret 2017
datangmu mengobrak abrik ladang kata
kami dipancung kapak kapak media
dari segala penjuru
satu kisah nyata
menjadi banyak versi beda
entah kebenaran ada di pihak mana
boleh jadi semua serba pembenaran
Duhai sang raja,
andai engkau bisa berbahasa Indonesia
dan engkau baca semua media
apalagi yang maya
mungkin engkau akan kembali muda
oleh tawa tanpa jeda
membaca kekonyolan demi kekonyolan
di berbagai tautan
ataupun status picisan
yang bodoh dan yang pandai
tiba-tiba menjadi sama
sama kelasnya
sama mutunya
berlomba mengais sampah kata kata
Duhai sang raja,
jangan jangan justru baginda
pingsan tertawa
Selamat datang di negri para dewa
yang mabuk tanpa arak dan tanpa tuak
Jogja, 2 Maret 2017
Tumbal Perubahan
tadi kita jumpa di simpang lama
lusuh
wajahmu kuyu dan tirus
tulang pipi pongah menantang,
dan matamu meringkuk, namun
sorotmu tak hilang garang
kujabat belulang jemarimu
gemeretak merobek udara
menusukkan butiran pasir di dadaku
kau tersenyum tipis,
tak kupahami lagi arti
ingatan berkelebat bertahun silam
tegap sosokmu dengan dada bidang
senyummu
mentari pagi dan gurat saga senja
kita berbaku kata
saling canda
waktu memang tak punya perasaan
melindas apapun yang ada
mengganti tanpa bertanya
tanpa tawar menawar
bhusss...
seperti tukang sulap menjadikan bunga
guguran kertas
maka kutanya dirimu, "apa sebab?"
"perubahan butuh tumbal," katamu
tertegun aku
Jogja, 15 Februari 2017
lusuh
wajahmu kuyu dan tirus
tulang pipi pongah menantang,
dan matamu meringkuk, namun
sorotmu tak hilang garang
kujabat belulang jemarimu
gemeretak merobek udara
menusukkan butiran pasir di dadaku
kau tersenyum tipis,
tak kupahami lagi arti
ingatan berkelebat bertahun silam
tegap sosokmu dengan dada bidang
senyummu
mentari pagi dan gurat saga senja
kita berbaku kata
saling canda
waktu memang tak punya perasaan
melindas apapun yang ada
mengganti tanpa bertanya
tanpa tawar menawar
bhusss...
seperti tukang sulap menjadikan bunga
guguran kertas
maka kutanya dirimu, "apa sebab?"
"perubahan butuh tumbal," katamu
tertegun aku
Jogja, 15 Februari 2017
Lepuh Rindu
Tiba-tiba kau hadir merobek tirai
deras darahku berdesir
waktu berhenti
kau sisakan lepuh
pada rindu
Jogja, 8 Mei 2012
deras darahku berdesir
waktu berhenti
kau sisakan lepuh
pada rindu
Jogja, 8 Mei 2012
Ada Gumpal Rindu di Tiap Simpul Sarafku
kutulis ini untuk sedikit mengurai gumpal rindu
di tiap simpul syarafku,
sejak kau lemparkan benih rasa di ladang hati
dia tumbuh menyemak
meski musim hujan tak kunjung datang
kemarau menjadikannya kaktus berduri ilalang
akarnya adalah seluruh urat nadi
di banyak ladang
anakanak bermain layanglayang
bergambar wajahmu
dan rumbainya melambai padaku,
menggeraikan rambutmu mengusap
basah relungku.
batangbatang tebu meliuk,
daundaunnya menari bermusik angin
sambil mendesaukan lagu rindu
untukku
ataukah
untuk kita?
mestinya sepasang matamu
menyaksikan pula di batas senja
sepasang angsa berdansa cinta
dan merasakan desah nafas mereka
dalam renjana
seperti yang masih kurasakan
sapu nafasmu
merasuk rongga dadaku
membasuh bilur hati
melebam karna buluh waktu
sejenak kupejam mata
agar sketsa rautmu
menjelma lukis wajah
membantu jemariku mengguratnya
di ruang hati paling sunyi
Jogja, 15 Februari 2017
di tiap simpul syarafku,
sejak kau lemparkan benih rasa di ladang hati
dia tumbuh menyemak
meski musim hujan tak kunjung datang
kemarau menjadikannya kaktus berduri ilalang
akarnya adalah seluruh urat nadi
di banyak ladang
anakanak bermain layanglayang
bergambar wajahmu
dan rumbainya melambai padaku,
menggeraikan rambutmu mengusap
basah relungku.
batangbatang tebu meliuk,
daundaunnya menari bermusik angin
sambil mendesaukan lagu rindu
untukku
ataukah
untuk kita?
mestinya sepasang matamu
menyaksikan pula di batas senja
sepasang angsa berdansa cinta
dan merasakan desah nafas mereka
dalam renjana
seperti yang masih kurasakan
sapu nafasmu
merasuk rongga dadaku
membasuh bilur hati
melebam karna buluh waktu
sejenak kupejam mata
agar sketsa rautmu
menjelma lukis wajah
membantu jemariku mengguratnya
di ruang hati paling sunyi
Jogja, 15 Februari 2017
PERJALANAN
aku punguti malam dari hatimu
masih terserak banyak di situ
rupanya pagi ada yang membelenggu
dik, mari duduk di sini
jangan hiraukan lagi matahari
sebab panas kita lebih abadi
sudahlah, biarkan senja menyapa
kita bungkus saja kata kata
bukankah cinta itu bisu semata?
mari kita berkemas
sebentar lagi waktu ranggas
meski rindu tak mengenal batas
KM 27 November 2015
masih terserak banyak di situ
rupanya pagi ada yang membelenggu
dik, mari duduk di sini
jangan hiraukan lagi matahari
sebab panas kita lebih abadi
sudahlah, biarkan senja menyapa
kita bungkus saja kata kata
bukankah cinta itu bisu semata?
mari kita berkemas
sebentar lagi waktu ranggas
meski rindu tak mengenal batas
KM 27 November 2015
Kekasih, Mari Sini
kekasih,
mari duduk sini
meresapkan liuk pagi pada hembus angin
urai bunga tebu itu menari di kilau
matamu
pada degup degup dadamu
melautkan seluruh hasrat malam yang lola
mari sini ruahkan mimpi
meleburkan debardebar pelepah cinta
dan melahirkan anak-anak rindu
hingga kita berbingkai senyum
dan berbaring di rumah senja
mari sini menyambut matahari
lupakan sejenak geriap luka yang gemuruh
kita seduh sendu menjadi pupuk rindu
lebur kau dan aku
dalam senyap yang tak lagi bersembilu
Kaki Merapi, 07 April 2013
mari duduk sini
meresapkan liuk pagi pada hembus angin
urai bunga tebu itu menari di kilau
matamu
pada degup degup dadamu
melautkan seluruh hasrat malam yang lola
mari sini ruahkan mimpi
meleburkan debardebar pelepah cinta
dan melahirkan anak-anak rindu
hingga kita berbingkai senyum
dan berbaring di rumah senja
mari sini menyambut matahari
lupakan sejenak geriap luka yang gemuruh
kita seduh sendu menjadi pupuk rindu
lebur kau dan aku
dalam senyap yang tak lagi bersembilu
Kaki Merapi, 07 April 2013
Sajak Saga
gelincir matahari di ranjang hari
sisakan semburat rona di jejak kaki
ada menitis di bilahbilah langit
gaung bersambung di gigir tabir, pahit
aku bermain kata dengan cakrawala
saling bertukar sajak, berbaku gurindam
katakataku meliuk, kadang senyap makna
katakatanya lurus menukik tajam, menusuk, menghujam
katanya selalu begitu,
dari waktu ke waktu
dari jaman ke jaman
edan
mari, mari buat janji
antara kau dan aku sendiri
biar aku tak lagi bikin puisi
sementara engkau mengasah belati
kita buat semburat saga menjadi saksi
"mana mungkin ada janji
antara kepastian dan keinginan," katamu
sejurus aku termangu
berkedip mata saga padaku
menyilahkan senja mulai merengkuhku
waktu tak mungkin tertipu...
Kaki Merapi, Agustus 2012
sisakan semburat rona di jejak kaki
ada menitis di bilahbilah langit
gaung bersambung di gigir tabir, pahit
aku bermain kata dengan cakrawala
saling bertukar sajak, berbaku gurindam
katakataku meliuk, kadang senyap makna
katakatanya lurus menukik tajam, menusuk, menghujam
katanya selalu begitu,
dari waktu ke waktu
dari jaman ke jaman
edan
mari, mari buat janji
antara kau dan aku sendiri
biar aku tak lagi bikin puisi
sementara engkau mengasah belati
kita buat semburat saga menjadi saksi
"mana mungkin ada janji
antara kepastian dan keinginan," katamu
sejurus aku termangu
berkedip mata saga padaku
menyilahkan senja mulai merengkuhku
waktu tak mungkin tertipu...
Kaki Merapi, Agustus 2012
Aku Cemburu
entah desah mana menggiring kata pada tatap
dan baku tawa
kisah menyungai di musim hujan
terik sempat membarakan geliat terpendam
sesaat, pelan
tapi layang debu siramkan api hati
perlahan mati
ditikam belati
keraguan
kau dan aku
berlumur senyum dan kerling tajam
saling mendekap gamang
seperti tercatat pada uraturat jalan
waktu tak pernah berkawan
dia melaju dalam diam
dalam bisu dinding yang menyeringai curiga
menelan seluruh kisah
sisakan sepi membasah
ah, aku cemburu pada embun di daun
berbaku kerinduan
Kaki Merapi, 13 Oktober 2012
dan baku tawa
kisah menyungai di musim hujan
terik sempat membarakan geliat terpendam
sesaat, pelan
tapi layang debu siramkan api hati
perlahan mati
ditikam belati
keraguan
kau dan aku
berlumur senyum dan kerling tajam
saling mendekap gamang
seperti tercatat pada uraturat jalan
waktu tak pernah berkawan
dia melaju dalam diam
dalam bisu dinding yang menyeringai curiga
menelan seluruh kisah
sisakan sepi membasah
ah, aku cemburu pada embun di daun
berbaku kerinduan
Kaki Merapi, 13 Oktober 2012
Maka pergimu adalah sengat di jantungku
seberapapun jauh jarak pemisah
antara engkau dan aku
seberapapun banyak duri
di sekat labirin kita
seberapapun kental pahit yang kau seduh
untukku, ya untukku
di dasar hatiku, aku mengagumimu
ya, aku mengagumimu
maka pergimu adalah sengat di jantungku
aku tergugu
bagimu,
pagi adalah api yang mendidihkan mimpi
menyeduh harapan
pada cangkir cangkir kopi yang kau saji
bagimu,
waktu adalah pemintal abadi
untuk serak benang yang tengah kau rajut
menjadi selimut kebanggaan kami
bagimu,
cita-cita adalah janji yang harus dipenuhi
mimpi yang tak boleh berhenti
maka pergimu adalah sengat di jantungku
aku tergugu
selamat jalan pak Hartadi*
surga menyambutmu
dengan tarian angsa pada bianglala senja
Innalillahi wa innailaihi rojiun
Allahumma firlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu
Jogja, 8 Desember 2016
*Rektor UTY yang luar biasa
antara engkau dan aku
seberapapun banyak duri
di sekat labirin kita
seberapapun kental pahit yang kau seduh
untukku, ya untukku
di dasar hatiku, aku mengagumimu
ya, aku mengagumimu
maka pergimu adalah sengat di jantungku
aku tergugu
bagimu,
pagi adalah api yang mendidihkan mimpi
menyeduh harapan
pada cangkir cangkir kopi yang kau saji
bagimu,
waktu adalah pemintal abadi
untuk serak benang yang tengah kau rajut
menjadi selimut kebanggaan kami
bagimu,
cita-cita adalah janji yang harus dipenuhi
mimpi yang tak boleh berhenti
maka pergimu adalah sengat di jantungku
aku tergugu
selamat jalan pak Hartadi*
surga menyambutmu
dengan tarian angsa pada bianglala senja
Innalillahi wa innailaihi rojiun
Allahumma firlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu
Jogja, 8 Desember 2016
*Rektor UTY yang luar biasa
Kamis, 01 Maret 2018
Sepotong Surat untuk Istriku
ketika kau tanya tentang cintaku padamu
aku tergugu, aku tak tahu
kata apa yang pas untuk itu
sebab engkau kepadaku
adalah luruh pada setiapku
seperti malam tak lagi punya arti
saat gelap tak lagi merajai
seperti hutan
hanyalah sepetak tanah gersang
tanpa semak dan pepohonan
dan samudera tinggalah nama belaka
ketika tak ada lagi ombak berdansa di sana
demikian pun engkau bagiku
lantas
bagaimana aku akan mengatakan cinta
ketika yang kurasa
melebihi seluruh maknanya?
jangan lagi kepadaku kau tanya
sebab setiap getarku adalah dirimu
dan aku bukan lagi aku
tanpa engkau menjadi nafasku
Kaki Merapi 24 September 2016
SELAMAT ULANG TAHUN ISTRIKU
SEMOGA SENANTIASA BERKAH TUHAN TERCURAH BAGIMU
aku tergugu, aku tak tahu
kata apa yang pas untuk itu
sebab engkau kepadaku
adalah luruh pada setiapku
seperti malam tak lagi punya arti
saat gelap tak lagi merajai
seperti hutan
hanyalah sepetak tanah gersang
tanpa semak dan pepohonan
dan samudera tinggalah nama belaka
ketika tak ada lagi ombak berdansa di sana
demikian pun engkau bagiku
lantas
bagaimana aku akan mengatakan cinta
ketika yang kurasa
melebihi seluruh maknanya?
jangan lagi kepadaku kau tanya
sebab setiap getarku adalah dirimu
dan aku bukan lagi aku
tanpa engkau menjadi nafasku
Kaki Merapi 24 September 2016
SELAMAT ULANG TAHUN ISTRIKU
SEMOGA SENANTIASA BERKAH TUHAN TERCURAH BAGIMU
Nafas Cinta
pagi mengirimkan desaunya
sunyi yang membara
senyap yang menggelora
nafas yang berkejaran
dan angin pun cemburu
Jogja, 3 Februari 2017
sunyi yang membara
senyap yang menggelora
nafas yang berkejaran
dan angin pun cemburu
Jogja, 3 Februari 2017
Tentangmu
ada selasar sepi yang rajin mencatat
pertemuan pertemuan mata kita
anak tangga itu pernah menghitung
berapa derap rasa yang berdegup
entah kau masih ingat atau mungkin sudah lupa
betapa dalam pernah kita merindukan sepi
sebab sepi adalah buku harian paling sempurna
untuk setiap jengkal perjalanan cinta
kemarin aku buka lagi album foto kita
sungguh waktu tidak pernah mengenal jeda
sudah demikian banyak kita punguti sisa usia
tapi senyummu, tetap saja mawar di musim bunga
kusimpan dulu catatan ini yang masih masai
biar saja, biar tak juga usai
sebab tentangmu
adalah puisi hati yang tak pernah selesai
Jogja, 17 Oktober 2016
pertemuan pertemuan mata kita
anak tangga itu pernah menghitung
berapa derap rasa yang berdegup
entah kau masih ingat atau mungkin sudah lupa
betapa dalam pernah kita merindukan sepi
sebab sepi adalah buku harian paling sempurna
untuk setiap jengkal perjalanan cinta
kemarin aku buka lagi album foto kita
sungguh waktu tidak pernah mengenal jeda
sudah demikian banyak kita punguti sisa usia
tapi senyummu, tetap saja mawar di musim bunga
kusimpan dulu catatan ini yang masih masai
biar saja, biar tak juga usai
sebab tentangmu
adalah puisi hati yang tak pernah selesai
Jogja, 17 Oktober 2016
Sajak Cinta dari Ciamis
sudah kau kerahkan segala daya untuk menghadang
sudah kau peras seluruh keringat untuk menghalang
sudah kau sebar lembar perintah untuk melarang
sudah kau tancapkan pancang sebagai perintang
semangat ini semakin meradang
kami datang dalam gelombang tak terbilang
sebab yang berjalan bukanlah kaki kami
sebab yang bergerak bukanlah pikiran kami
sebab yang beraksi bukanlah tubuh kami
melainkan titah langit yang mengalir dalam nadi kami
getaran jiwa paling relung yang kau tak pernah mengerti
ghirah iman paling dalam yang kau bahkan tak mampu lagi menggali
kami riak riak kecil yang mulai luber menyebar
jika engkau tak lihai lagi berselancar
berhentilah mengumbar gebyar
sebab kami akan menjadi air bah
yang mampu menelanmu berkalang tanah
maka,
bukalah hati untuk kami
sebab kami cinta negri ini
tapi di atas segalanya
kami cinta titah langit
yang mengalir di sekujur nadi kami
Kaki Merapi, 30 November 2016
sudah kau peras seluruh keringat untuk menghalang
sudah kau sebar lembar perintah untuk melarang
sudah kau tancapkan pancang sebagai perintang
semangat ini semakin meradang
kami datang dalam gelombang tak terbilang
sebab yang berjalan bukanlah kaki kami
sebab yang bergerak bukanlah pikiran kami
sebab yang beraksi bukanlah tubuh kami
melainkan titah langit yang mengalir dalam nadi kami
getaran jiwa paling relung yang kau tak pernah mengerti
ghirah iman paling dalam yang kau bahkan tak mampu lagi menggali
kami riak riak kecil yang mulai luber menyebar
jika engkau tak lihai lagi berselancar
berhentilah mengumbar gebyar
sebab kami akan menjadi air bah
yang mampu menelanmu berkalang tanah
maka,
bukalah hati untuk kami
sebab kami cinta negri ini
tapi di atas segalanya
kami cinta titah langit
yang mengalir di sekujur nadi kami
Kaki Merapi, 30 November 2016
Cemburu
Hari ini masih terbawa rasamu
memeluk jiwa
lewat hembusan nafas
alam menyapu wajah
bersama kicau angin pagi
mengetuk gendang telinga
masih sempat kulihat awan
disana memandangku cemburu
dan memintaku berbagi dengannya
Jogja, 5 Juli 2010
memeluk jiwa
lewat hembusan nafas
alam menyapu wajah
bersama kicau angin pagi
mengetuk gendang telinga
masih sempat kulihat awan
disana memandangku cemburu
dan memintaku berbagi dengannya
Jogja, 5 Juli 2010
12 Tahun Cinta
Kubisikkan kisahku pada angin
yang baru saja berlalu
12 tahun sudah bersama
setelah 6 tahun memadu
Betapa manis kegetiran itu
hanya dalam luka penuh cuka
ada syukur bahagia
hanya dalam pedih penuh rintih
sujud ini berarti
Tuhan penuh kasih
memberi cinta tak berbatas pada kita
dan angin melambaikan tangan
dari kejauhan
Jogja, 5 Juli 2010
yang baru saja berlalu
12 tahun sudah bersama
setelah 6 tahun memadu
Betapa manis kegetiran itu
hanya dalam luka penuh cuka
ada syukur bahagia
hanya dalam pedih penuh rintih
sujud ini berarti
Tuhan penuh kasih
memberi cinta tak berbatas pada kita
dan angin melambaikan tangan
dari kejauhan
Jogja, 5 Juli 2010
Iya, Kamu
Kukunyah sakit ini, dan kulautkan remahnya
agar kelak menjadi hujan
dan menyuburkan rerumputan cintaku
kepadamu....
iya, kamu
Jogja, 14 Juni 2014
agar kelak menjadi hujan
dan menyuburkan rerumputan cintaku
kepadamu....
iya, kamu
Jogja, 14 Juni 2014
Telah Kita Semai Cinta di Awal Musim Hujan
kutengok hatiku
melingkar-lingkar
di pusaran air kehidupan
timbul tenggelam
melambaikan cinta di setangkai kayu tua
gemetar digerogoti sejarah
sedang kau sibuk menghitung anak tangga
tak pernah mencapai puncak
sudahlah
lupakan semua
bukankah telah kita semai
cinta di awal musim hujan
agar tumbuh menjadi teratai
tempat para katak bermain dan bernyanyi riang
dan ikanikan berenang berkejaran
sembunyi di bawahnya
waktu memang tak pernah berpihak
ia merayap, berlari, terbang, melesat tak perduli
cinta tlah menjalarkan akarnya
di sekujur urat nadi
membiarkan tumbuh meliar
mengganas
menggerogoti tulang
sisakan ngilu
sisakan luruh
sejarah purba yang selalu baru
kita saling tatap di jarak dan waktu
dan bunga teratai berbiak menyemak
pada selongsong cinta
tak mampu aku menghitung jumlah
Jogja, 14 Februari 2017
melingkar-lingkar
di pusaran air kehidupan
timbul tenggelam
melambaikan cinta di setangkai kayu tua
gemetar digerogoti sejarah
sedang kau sibuk menghitung anak tangga
tak pernah mencapai puncak
sudahlah
lupakan semua
bukankah telah kita semai
cinta di awal musim hujan
agar tumbuh menjadi teratai
tempat para katak bermain dan bernyanyi riang
dan ikanikan berenang berkejaran
sembunyi di bawahnya
waktu memang tak pernah berpihak
ia merayap, berlari, terbang, melesat tak perduli
cinta tlah menjalarkan akarnya
di sekujur urat nadi
membiarkan tumbuh meliar
mengganas
menggerogoti tulang
sisakan ngilu
sisakan luruh
sejarah purba yang selalu baru
kita saling tatap di jarak dan waktu
dan bunga teratai berbiak menyemak
pada selongsong cinta
tak mampu aku menghitung jumlah
Jogja, 14 Februari 2017
Gelisah Sunyi
Malam ini kabut
nyanyi jengkerik menerobos selanya
temaram lampu jalan
sunyi sedang gelisah
kabut di kepalaku
bulan tak mampu menyibaknya
langkahku buta
gelisah ku sunyi
Jogja, 10 Desember 2012
nyanyi jengkerik menerobos selanya
temaram lampu jalan
sunyi sedang gelisah
kabut di kepalaku
bulan tak mampu menyibaknya
langkahku buta
gelisah ku sunyi
Jogja, 10 Desember 2012
Cinta Dalam Lipatan Waktu
Kuhitung sisa malam ini
tak ada lagi gemericik daun maupun
desah angin pada air sungai
barangkali tertinggal di lipatan waktu
seperti keriput yang mulai beraksi
menyombongkan diri di wajahmu
tinggal berapa lembar lagi detak bulan
menyapa hingga kita percaya
bahwa cinta seringkali menumbuhkan
malam malam yang merana
tanpa rembulan
tanpa gemericik dedaunan
tanpa desah pada air sungai
ah, sisa malam
kuharap menjadi gurindam
Jogja, 08 Maret 2015
tak ada lagi gemericik daun maupun
desah angin pada air sungai
barangkali tertinggal di lipatan waktu
seperti keriput yang mulai beraksi
menyombongkan diri di wajahmu
tinggal berapa lembar lagi detak bulan
menyapa hingga kita percaya
bahwa cinta seringkali menumbuhkan
malam malam yang merana
tanpa rembulan
tanpa gemericik dedaunan
tanpa desah pada air sungai
ah, sisa malam
kuharap menjadi gurindam
Jogja, 08 Maret 2015
Di Simpang Musim
tunggu aku di simpang musim
atau letakkan saja senyummu di sana
akan kutemukan kau
sebab aromamu rapi tersimpan
di kepala
Jogja, 15 Oktober 2015
atau letakkan saja senyummu di sana
akan kutemukan kau
sebab aromamu rapi tersimpan
di kepala
Jogja, 15 Oktober 2015
Rindu Melepuh
Duhai, sungguh rindu memeluh
pada biru rasamu
pula rasaku
ini rindu,
pelepah cinta yang
menyembilu
Jogja, 3 Mei 2013
pada biru rasamu
pula rasaku
ini rindu,
pelepah cinta yang
menyembilu
Jogja, 3 Mei 2013
Ibu
Ibu,
mengalir tiap titik simpul dan gurat rautmu
di tiap titik nadiku
senyummu abadi, seperti abadi kasihku padamu
kupahat erat di dinding jantungku
dan pendarnya kuhembuskan di peraduan sunyimu
agar menjadi jembatan pelangi
untuk kita di jamuan surgawi menari
Kaki Merapi, 22 Des 2011
mengalir tiap titik simpul dan gurat rautmu
di tiap titik nadiku
senyummu abadi, seperti abadi kasihku padamu
kupahat erat di dinding jantungku
dan pendarnya kuhembuskan di peraduan sunyimu
agar menjadi jembatan pelangi
untuk kita di jamuan surgawi menari
Kaki Merapi, 22 Des 2011
Di Kebun Tebu
Lalu waktu bergegas gegas
seperti cemas yang sedang berkemas
siapa yang telah menggenggam rindu
pucuk pucuk rumput mendadak layu
di batas akhir tatapan senja
Di sini,
di senja bungsu ladang tebu
kuhirup lagi kenangan engkau dan aku
dan kulesakkan di selasar hati
sebelum waktu bergegas menjemput
mari sejenak lagi kita berpagut
Dendam cinta ini masih membara
meski ditelikung fatamorgana
Jogja 2 November 2017
seperti cemas yang sedang berkemas
siapa yang telah menggenggam rindu
pucuk pucuk rumput mendadak layu
di batas akhir tatapan senja
Di sini,
di senja bungsu ladang tebu
kuhirup lagi kenangan engkau dan aku
dan kulesakkan di selasar hati
sebelum waktu bergegas menjemput
mari sejenak lagi kita berpagut
Dendam cinta ini masih membara
meski ditelikung fatamorgana
Jogja 2 November 2017
Waktu Berlalu
di jauh pandangan
kenangan menggelinjang
duhai, masa demikian bergegas
usia pun semakin meranggas
tanggal satu demi satu
ke tanah basah
Jogja, 30 Oktober 2017
kenangan menggelinjang
duhai, masa demikian bergegas
usia pun semakin meranggas
tanggal satu demi satu
ke tanah basah
Jogja, 30 Oktober 2017
Setengah
Apa yang harus kutulis
tiap kali hendak terbentuk kata
ia membuyar oleh desir tanpa nada
setengah tubuh menggelegak
setengahnya menggeletak
Jogja, 18 Februari 2018
tiap kali hendak terbentuk kata
ia membuyar oleh desir tanpa nada
setengah tubuh menggelegak
setengahnya menggeletak
Jogja, 18 Februari 2018
Ngantuk
bangun pagi memeluk lunglai
semalam segala jurus sudah kumainkan
tetap saja mata tak mau terpejam
hingga tiba tiba pagi mengetuk jendela
aih, di kantong mana musti kusembunyikan
rasa kantuk ini
Jogja, 20 Februari 2018
semalam segala jurus sudah kumainkan
tetap saja mata tak mau terpejam
hingga tiba tiba pagi mengetuk jendela
aih, di kantong mana musti kusembunyikan
rasa kantuk ini
Jogja, 20 Februari 2018
Doa Doa
Aku tentu saja tidak bisa membuktikan validitasnya, tetapi aku sekarang meyakini betapa ribuan doa doa yang melangit untukku telah mengetuk pintu ilahi, hingga DIA berkenan memerintahkan malaikatNYA untuk turut campur dalam proses medis yang kujalani.
Tgl 1 Desember 2017 dini hari, hari jumat maulid nabi, benturan itu demikian dahsyat menggiriskan hati. Menghasilkan wujud muka mobil yang menyatu dengan tengahnya. Ringsek. Hancur. Aku di dalamnya.
Thian jen da ai wo, Gusti Allah masih welas, masih tresna padaku; maka tidak dihentikanNya nafasku, meski kesadaranku disimpan di dedaun pohon pohon tanpa nama.
Aku percaya, ini karena ribuan doa doa yang melangit.
Setelah beberapa kali operasi pembersihan luka, bongkar pasang jahitan, luka luka utama pun mengering. Tgl 12 januari 2018, operasi pasang pen di lengan atas dan tendon patela (lutut) kiri. Dua minggu kemudian di tgl 25 Januari 2018, operasi pemasangan pen di lengan bawah. Sebuah operasi berat sebab kondisi yang sudah terlanjur parah. Menyambung tulang tulang rompal tentu tidak sama dengan menyambung tulang patah utuh. 10 hari kemudian, sembari tertatih dan menahankan sakit, aku memulai dua kelas pertama semester genap.
Aku percaya ini semua karena ribuan doa doa yang melangit untukku.
Banyak yang bilang aku nekat, ada yang bilang aku terlalu, sebab luka luka bedah masih baru. Tetapi aku percaya ribuan doa doa yang melangit membuatNYA menjagaku. Kata orang Jawa lama, the guardian angel panjenengan tansah wungu amargi pamuji saha dedonga treping ati para sedulur tanpa wates; yingwei wo xiangxin thian jen da ai wo.
Ribuan doa doa yang melangit itu
pun membuatku berjuang
berjibaku keras
untuk kembali waras
bukan meranggas
Jogja, 20 Februari 2018
*secuil catatan hati
rasa syukur yang sulit kumengerti
Tgl 1 Desember 2017 dini hari, hari jumat maulid nabi, benturan itu demikian dahsyat menggiriskan hati. Menghasilkan wujud muka mobil yang menyatu dengan tengahnya. Ringsek. Hancur. Aku di dalamnya.
Thian jen da ai wo, Gusti Allah masih welas, masih tresna padaku; maka tidak dihentikanNya nafasku, meski kesadaranku disimpan di dedaun pohon pohon tanpa nama.
Aku percaya, ini karena ribuan doa doa yang melangit.
Setelah beberapa kali operasi pembersihan luka, bongkar pasang jahitan, luka luka utama pun mengering. Tgl 12 januari 2018, operasi pasang pen di lengan atas dan tendon patela (lutut) kiri. Dua minggu kemudian di tgl 25 Januari 2018, operasi pemasangan pen di lengan bawah. Sebuah operasi berat sebab kondisi yang sudah terlanjur parah. Menyambung tulang tulang rompal tentu tidak sama dengan menyambung tulang patah utuh. 10 hari kemudian, sembari tertatih dan menahankan sakit, aku memulai dua kelas pertama semester genap.
Aku percaya ini semua karena ribuan doa doa yang melangit untukku.
Banyak yang bilang aku nekat, ada yang bilang aku terlalu, sebab luka luka bedah masih baru. Tetapi aku percaya ribuan doa doa yang melangit membuatNYA menjagaku. Kata orang Jawa lama, the guardian angel panjenengan tansah wungu amargi pamuji saha dedonga treping ati para sedulur tanpa wates; yingwei wo xiangxin thian jen da ai wo.
Ribuan doa doa yang melangit itu
pun membuatku berjuang
berjibaku keras
untuk kembali waras
bukan meranggas
Jogja, 20 Februari 2018
*secuil catatan hati
rasa syukur yang sulit kumengerti
Aku Melihat
aku melihat
sungguh lihai kekasihku
merawat luka luka ku
maka darinya aku belajar pula
merawat segenap hatinya
agar tak lagi terluka
paling tidak olehku
Jogja, 28 Februari 2018
sungguh lihai kekasihku
merawat luka luka ku
maka darinya aku belajar pula
merawat segenap hatinya
agar tak lagi terluka
paling tidak olehku
Jogja, 28 Februari 2018
Lillahi Ta'ala
berdamai lah dengan seluruh rasa
demikian kekasihku berkata padaku
malam demikian ranum
aku terjaga tanpa senyum
ada riuh kecipak di kepala
menghitung hari tanpa suara
alam sudah menggariskan sebelum nafas ditiupkan
seberapa besar setiap salib musti diemban
tak lebih tak kurang
ia adalah pupuk juang bukan erang
seperti ranum malam yang layu oleh pagi
ia layukan senja untuk datang kembali
maka, tak ada yang abadi
seperti musim, setiapnya akan berhenti
berganti
maka tatapku berbinar kepadanya
kubisikkan juga padanya
inna sholati wa nusuki
wamahyaya, wamahmati
lillahi ta'ala
lillahi ta'ala
lillahi ta'ala
Jogja, 2 Maret 2018
demikian kekasihku berkata padaku
malam demikian ranum
aku terjaga tanpa senyum
ada riuh kecipak di kepala
menghitung hari tanpa suara
alam sudah menggariskan sebelum nafas ditiupkan
seberapa besar setiap salib musti diemban
tak lebih tak kurang
ia adalah pupuk juang bukan erang
seperti ranum malam yang layu oleh pagi
ia layukan senja untuk datang kembali
maka, tak ada yang abadi
seperti musim, setiapnya akan berhenti
berganti
maka tatapku berbinar kepadanya
kubisikkan juga padanya
inna sholati wa nusuki
wamahyaya, wamahmati
lillahi ta'ala
lillahi ta'ala
lillahi ta'ala
Jogja, 2 Maret 2018
Langganan:
Postingan (Atom)