Senin, 01 Agustus 2011

Tetes Peluh Merah

Pernah kita menyabung rasa di sudut kelam
pelepah daun mendengkingkan serapah
karena peraduannya kita rampas
untuk menggelinjangkan ruah madu hitam kita.
Maka kitapun lelap didekap renjana purba.

Pernah kita berbaku kata manis berselimut duri
menjajal angan hasrat yang tak kenal tunai
tapi kita tak sanggup menderu
karena kita disandera kejujuran,
direjam buah renjana.

Tiba-tiba kau hadir bersama angin
menumpahkan pucuk-pucuk duri di kepalaku
mendera jantungku dengan ujung lidah paling jarum.
Sakau jiwaku.

Layaknya engkau adalah mawar liar
mengundang gairah
dan mengguratkan tetes peluh merah.


Yogyakarta, 31 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar